Lihat ke Halaman Asli

Paradox kebahagiaan di Era modern

Diperbarui: 21 Juli 2024   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puisi: Paradox Kebahagiaan di Era Modern


Di tengah gemerlap kota dan hiruk pikuk suara,
Kita mencari kebahagiaan di layar-layar cahaya,
Gawai di genggaman, dunia di ujung jari,
Namun hati terasa hampa, sunyi, tak terisi.
Di zaman penuh paradoks ini kita hidup,
Bahagia satu pihak, lara bagi yang lain.
Masalahmu jadi tawa, tawa mereka jadi luka,
Kebahagiaan bagai pedang bermata dua.

Teruslah Berbuat Baik, Temukan Kebaikan Sejati


Kebahagiaan dijanjikan dalam iklan dan janji manis,
Barang mewah, teknologi canggih, harapan yang tertulis,
Namun dalam kenyataan, kita tersesat dalam kepalsuan,
Merindukan ketulusan, kehangatan, kesederhanaan.


Namun di tengah kabut keraguan, secercah asa mengembang,
"Teruslah menjadi baik," bisikan hati yang menenangkan.
Kebaikan bagai magnet, tarik-menarik jiwa,
Menemukan orang-orang baik, di jalan yang sama.

Bersama Menuju Masa Depan yang Cerah

Pertemuan jadi pesan, sentuhan jadi simbol,
Dalam era modern, kedekatan kian terpolusi,
Kebahagiaan kita tanggung, kadang terasa terpenjara,
Dalam paradoks ini, jiwa terus berkelana.

Kembali ke alam, pada senyum yang tulus,
Pada canda tawa yang nyata, pada cinta yang hangat,
Mungkin di sana, dalam kesederhanaan yang bersahaja,
Kebahagiaan sejati menanti, tanpa paradoks dan dusta.
Bersama melangkah, bahu membahu saling menguatkan,
Membangun dunia yang penuh kasih dan persaudaraan.
Di mana kebahagiaan tak lagi mencederai,
Dan masalah bersama ditanggung dengan senyuman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline