Melodi Kebijaksanaan: Telur dan Janji
Butuh tiga periode untuk paham,
Kata-kata bijak menyelinap seperti embun pagi.
Dubur ayam yang mengeluarkan telur,
Lebih mulia dari pada mulut intelektual yang hanya menjanjikan telur.
Di periode pertama, kita mungkin terkejut,
Dengan perbandingan yang tak biasa ini.
Namun, di balik kata-kata yang aneh,
Ada kebijaksanaan yang mendalam tersirat.
Periode kedua, kita merenung,
Apakah ada makna yang lebih dalam?
Mengapa dubur ayam dipilih sebagai perbandingan?
Dan apa yang dimaksud dengan "telur" dalam konteks ini?
Akhirnya, di periode ketiga, kita menerima,
Bahwa kebenaran bisa tersembunyi dalam analogi sederhana.
Dubur ayam, simbol kerendahan hati dan kesederhanaan,
Lebih mulia daripada mulut intelektual yang hanya berkata-kata.
Kita belajar untuk tidak terbuai oleh kata-kata kosong,
Namun, melihat nilai sejati dalam tindakan dan kebijaksanaan.
Dengan perjalanan pemahaman ini,
Kita dapat menggali makna yang lebih dalam dari kata-kata bijak.
"Kata orang bijak," bisik angin di telingaku,
"Dubur ayam yang mengeluarkan telur,
Jauh lebih mulia daripada mulutnya intelektual,
Yang hanya menjanjikan telur."
Tiga periode aku merenungkan kalimat ini,
Menyelami maknanya, membuka misteri.
Dubur ayam, simbol kerja keras dan kesederhanaan,
Menghasilkan telur, simbol kehidupan dan harapan.
Mulut intelektual, simbol kecerdasan dan pengetahuan,
Sering kali menjanjikan telur, gagasan dan perubahan.
Namun, janji tak selalu ditepati,
Meninggalkan kekecewaan dan rasa terluka.
Lebih mulia mana?
Dubur ayam yang diam-diam menghasilkan telur,
Atau mulut intelektual yang pandai berbicara,
Tapi tak selalu menepati janjinya?
Kebijaksanaan tak selalu datang dari mulut terindah,
Kadang tersembunyi dalam kesederhanaan dan kerja keras.
Telur yang dihasilkan lebih berharga daripada janji,
Bukti nyata daripada omong kosong yang tak berkesudahan.