[caption caption="Petualangan Wimcycle (dokpri)"][/caption]"Ayah, Kakak baru keliling naik sepeda sampai kampung sebelah" ujar si sulung kala itu masih kelas dua Sekolah Dasar
Kalimat itu terdengar begitu riang bercampur lelah, tak lama setelah pintu besi di buka. Kaki- kaki berlari mendekati, mengambil posisi merapat dengan tempat saya duduk sembari membaca buku di teras. Tampak sepeda wimcycle kesayangan, disandarkan di dinding dekat tempatnya masuk beberapa saat lalu. Lelaki kecil itu wajahnya merah padam karena kecapekan, namun tak bisa menyembunyikan suka cita.
Sambil meneruskan kisah, tampak usaha mengatur engah nafasnya. Kaos putih tipis dikenakan, terkesan melekat di tubuh akibat keringat. Kepalanya yang semi plontos, basah seperti disiram minyak rambut cair.
"O'ya, kampung yang mana dan sama siapa?" dua pertanyaan terlontar sebagai penawar rasa penasaran
Sebagai ayah wajah ramah tetap dikedepankan, meski sambil menghalau perasaan kawatir. Apalagi anak lanang ini, lazimnya kemana-mana bareng ayah atau ibunya. Kalaupun pergi bersepeda, biasanya cukup di sepanjang jalan perumahan saja.
"Kampung Gang Kembang ayah" Jelasnya "Tadi Kakak sama Bagas, tapi naik sepeda sendiri-sendiri" ngos-ngosan itu belum sepenuhnya reda.
Bagas adalah tetangga usia sebaya, sekaligus sahabat satu kelas sejak TK sampai Sekolah Dasar. Wajahnya yang polos, begitu semangat ingin menunjukkan keberanian. Kami orang tua membiasakan pamit, apabila keluar dari rumah. Apalagi kalau sudah naik sepeda, kami ijinkan hanya seputaran komplek tempat kami tinggal.
Kini lelaki delapan tahun saat itu, bergeser duduk di kursi sebelah ayahnya. Dari bibir mungil cerita runut, tentang kisah yang akhirnya kami namakan "Petualangan Wimcycle". Rute yang dilewati, adalah jalan sempit dekat kebun menyambung jalan antar rumah keluar di dekat tukang gorengan langganan. Saya lumayan dibuat takjub, mengingat belum pernah sekalipun melewati jalur yang dimaksud.
Ketika duduk di TK B, kakak sudah mulai bisa mengayuh pedal roda dua. Sejak itu hampir tiada hari tanpa bersepeda, meski tetap kami batasi waktu hanya sampai menjelang senja. Pukul lima sore stop main di luar rumah, siap-siap mandi nonton teve menunggu sholat maghrib.
[caption caption="Bersepeda saat masih TK.B (dokpri)"]
[/caption]Keberanian bersepeda juga bertahap, semula hanya di jalanan depan rumah. Kemudian berkeliling satu blok, masih dalam satu kawasan Rukun Tetangga. Kemudian bertambah jauh, ke rumah Bagas yang berbeda Blok. Kami mengijinkan setelah kelas satu, untuk alasan belajar bersama atau meminjam buku.
Tapi sekarang, sudah sampai Kampung sebelah !