Salam sehat selalu Kompasianer, terus berkarya dan semangat.
Artikel ini, sambungan dari artikel sebelumnya ( di SINI). Yaitu kegiatan kolaborasi dua komunitas, yang dinaungani Kompasiana. Adalah KPK Gerebek dan Jelajah Click, kegiatan diadakan akhir pekan lalu di Bogor.
Kalau sebelumnya, saya mengulas gerebek KPK di Warung Laksa Pak Inin. Maka di artikel ini, membahas Jelajah Click di Batutulis Bogor. Lokasinya tidak terlalu jauh dari warung Laksa, ditempuh dengan angkot membayar lima ribu rupiah.
Tujuan pertama adalah Stasiun Batutulis, terletak di Lawanggintung Bogor Selatan. Stasiun kereta api kelas III/ kecil, di ketinggian +299 meter. Stasiun ini pernah melayani kereta api Bumi Geulis (Bogor- Sukabumi), tetapi sempat dihentikan karena rangkaian kereta api sudah uzur.
Setelah sempat vacum, PT KAI kembali mengaktifkan dan mengoperasikan Kereta Api Lokal Pangrango (Bogor -- Sukabumi P-P). Saya dan istri pernah naik Pangrango, ketika kondangan ke Sukabumi. Benar-benar solutif dan efektif, kami bisa Pergi Pulang dalam sehari keperluan (alias tidak usah menginap). Lumayan menghemat, mendekatkan jarak Tangsel- Sukabumi.
Stasiun Batutulis memiliki dua jalur kereta api, pernah diusulkan untuk dirombak. Namun ditentang Wali Kota Bogor Bima Arya, mengingat status bangunan sebagai cagar budaya. Dan akhirnya bangunan lama dipertahankan, dengan dua jalur kereta api. Pemkot Bogor sedang berkoordinasi dengan Kemenhub, membuat perlintasan tak sebidang.
Berada di Stasiun bersejarah ini, saya merasakan vibes stasiun tempo doeloe. Layaknya Stasiun peninggalan Kolonial umumnya, memiliki jendela dengan kusen tinggi dan jeruji dipasang berjarak. Pun dinding tebal sangat khas, yang terbukti awet meski sudah lintas jaman.
Mengingatkan saya pada miniseri Siti Nurbaya, yang pernah ditayangkan TVRI pada awal 90-an. Beberapa scene di miniseri tersebut, menggunakan setting stasiun sebagai lokasi. Fasilitasnya terbilang sederhana, tanpa pintu tap in tap out. Dan di Stasiun Batutulis kami bisa keluar masuk, tetapi tetap ada petugas jaga.
Berbeda dengan Stasiun Commuter Line Jabodetabek, sebagian besar modern dengan fasilitas digital. Tidak bisa masuk keluar sesuka hati, melalui pintu elektronik. Atau kalaupun ada bagian bangunan yang vintage, dijadikan pelengkap menjadi wisata sejarah.