Kompasianer's, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Semoga puasa kita membawa keberkahan, berhasil memroses diri menjadi pribadi lebih baik--aamiin.
Meski terbilang tidak sering nonton, tapi saya bisa dikategorikan pemilih film yang baik --versi pribadi, hehehe. Setidaknya saya pernah menggawangi, Komunitas Kompasianer's pecinta film (KOMiK). Dari komunitas ini, terbuka kesempatan hadir di banyak gala premier film baru.
Tapi entahlah, dari sekian banyak film pernah saya tonton.Hanya sedikit judul yang nyantol di benak, dan bisa saya nikmati jalan ceritanya. Mungkin selera saya yang payah, atau mungkin terlalu selektif.
Tapi kalau sudah suka cerita di film, saya bisa mengingat pesannya dalam jangka waktu panjang. Bahkan saya bisa mengingat scene tertentu, beserta dialog dan suasana adegan.
Soal film religi, saya tidak mudah terpincut film yang mengatasnamakan genre religi. Beberapa kali menonton, saya tidak menangkap esensi religinya. Kecuali judulnya mengandung kalimat berbau agama, atau tampilan pemain dengan hijab atau kopyah, atau pemilihan setting pesantren atau lokasi semisal.
Meskipun ada juga film genre religi, yang selaras dengan jalan cerita dan pesan yang disampaikan. Semisal film Ketika Cinta Bertasbih, film Ayat Ayat Cinta, dan beberapa yang lain. Saya cukup menikmati film ini, meski tidak juga terlalu mendalam.
Satu film religi membuat saya terkesima, adalah film Yusuf As- Shiddiq alaihis salam. Film yang disutradari Farajullah Salahshur diproduksi 45 episode, sempat menjadi film terpopuler tahun 2008. Banyak stasiun televisi menayangkan, saking banyak peminatnya.
Mengisahkan Nabi Yusuf dari kelahiran, hingga bertemu sang ayah Nabi Yakub setelah terpisah puluhan tahun. Saya menonton lebih dari sekali, dan tetap saja dibuat terkesima. Saya kalau mengaji membaca surat Yusuf (dengan terjemahan), terbayangkan adegan di film tersebut. Lepas dari pro kontra, semoga menjadi kebaikan dan amal jariyah -- aamiin.
----