Saya ayah dengan dua anak beranjak besar, merasakan bagaimana pentingnya ASI (Air Susu Ibu). Sebagai orangtua baru kala itu, dokter menjelaskan bahwa ASI tetaplah prioritas. Apalagi di enam bulan pertama (terhitung setelah kelahiran), ASI eklusif adalah asupan terbaik bagi bayi.
Meski sebenarnya, godaan mengonsumsi susu formula cukup gencar ketika itu. Saya ingat kakak Ipar, merekomendasikan merek susu formula tertentu. Konon menurutnya, kandungan gizinya bagus, memenuhi kebutuhan bayi dan lain sebagainya. Pun, teman-teman istri yang pekerja kantor, melakukan hal semisal.
Saya berusaha geming, sembari meyakinkan istri. Untuk mengutamakan ASI ekslusif, kebetulan istri sehari-hari di rumah dan bukan pekerja kantoran. E'tapi, soal ibu yang meng-ASI ekslusif, memang seharusnya disupport penuh.
Support system sangatlah penting, peran yang musti diambil suami sebagai orang terdekat. Suami musti menyediakan diri rela berkorban, demi kebaikan istri dan anak dalam jangka panjang.
-------
Saya mengamini (karena pernah mengalami sendiri), ketika membaca investigasi di kompas.id. Seorang ibu (QR 21 th - Deli Serdang Sumut), mengaku digoda (atau dipengaruhi) susu formula untuk anaknya. Godaan berasal dari lingkungan sekitar atau terdekat, termasuk dari dokter dan bidan.
Si ibu akhirnya terpaksa dan manut, ujung-ujungnya menyesal tidak bisa menyusui anak sendiri. Buah hati pertamanya, kini terlanjur tergantung dengan susu formula. Bahkan dari umur kurang enam bulan, waktu yang belum pas minum susu formula. (Sumber)
Padahal hari-hari awal pasca persalinan, Ibu QR mengaku ASI bisa keluar dengan lancar. Namun karena tidak leluasa menyusui, akibat ruangan bayi dan ibu terpisah jauh. Maka intensitas menyusui berkurang, si anak diberi susu formula.
Saya jadi ingat, bahwa menyusui sangat terkait dengan kebiasaan. Artinya semakin terbiasa ibu meng-ASI, maka produksi ASI semakin bagus. Pun sebaliknya, ketika ibu jarang meng-ASI dampaknya adalah produksi ASI terhambat. Dan yang dikatakan ibu QR di artikel investigasi, adalah benar adanya.
"Saya sempat dirawat empat hari di rumah sakit. Ketika itu air susu saya keluar. Namun, saya hanya boleh menyusui bayi saya sekali dalam sehari. Ketika pulang ke rumah, air susu saya sudah tidak keluar lagi," ujarnya.