Sangat mungkin sebagian besar kita, pernah berurusan dengan utang piutang. Entah di posisi orang yang berutang, atau kita justru yang berpiutang (meminjami uang). Namanya juga manusia hidup, soal utang piutang (sebenarnya) termasuk hal yang lumrah.
Yang membuat menjadi tidak lumrah, adalah sikap kita terhadap utang tersebut. Terutama pihak pengutang, mengingat dia memiliki kewajiban mengembalikan. Kalau kita menyadari, sesungguhnya tanggung jawab berutang itu berat.
Menjaga amanah soal utang, tidak bisa sembarangan dan atau menganggap enteng. Tidak mengembalikan uang yang dipinjam, bisa diibaratkan sedang menggali jurang. Orang yang mangkir membayar utang, reputasinya jatuh selanjutnya orang lain tidak dipercaya.
So, sikap terhadap utangmu akan mempengaruhi reputasimu. Utang itu panas bisa membakar yang di sekitarnya.
-----
Sudah sering kita mendengar cerita, rusaknya pertemanan atau renggangya persaudaraan gara-gara utang. Bermula dari itikad tidak baik si pengutang, yang mengobral janji mengembalikan tetapi tidak kunjung ditunaikan.
Kondisi paling parah adalah, saat yang punya utang berubah menjadi sangat galak. Ketika orang berpiutang menanyakan atau menagih, dibalas dengan pengingkaran demi pengingkaran. Mula-mula sekedar membual omongan, selanjutnya berani melakukan perlawanan fisik secara frontal.
Di medsos berseliweran kejadian, beringasnya pengutang saat ditagih. Saya pernah melihat ada video, sepasang suami istri dengan kasarnya menantang (pemberi utang) si suami sembari mengacungkan golok. Ada video lain seorang ibu menghamburkan kalimat tak senonoh, menyumpahi orang yang sedang menagih.
Tak kalah pelik dan rumitnya, pengabaian utang yang terjadi antar saudara. Si pengutang mengulur-ulur janji ke saudara sendiri, bertahun-tahun tidak segera dilunasi. Sementara pemilik piutang serba salah, yang dihadapi adalah kakak/ adik/ saudara terdekat sendiri.
Kalau renggangnya tali persaudaraan tak diindahkan, apalagi putusnya tali pertemanan tentu sangat tidak dimasalahkan.