Kejadian sedang viral belakangan, adalah complain konsumen ke penjual makanan yang nuthuk harga. Pemilik akun medsos, mempersoalkan harga makanan yang tak wajar di Malioboro Jogjakarta.
Si pembeli membuat video dan menjelaskan rincian harga, untuk lele-nya saja 20 ribu, nasi putih dihargai 7 ribu, dan lalapan-nya 10 ribu.
Angka 37 ribu untuk seporsi pecel lele, menurut saya termasuk kategori mahal. Dan yang membuat janggal, mengapa tiap item makanan dijual dan dihitung terpisah.
Selama ini saya menemui penjual pecel lele, seporsi lengkap sudah terdiri dari nasi putih, pecel lele (digoreng), sambal dan lalapannya.
Tigapuluh tujuh ribu terasa kurang wajar, untuk makanan yang dijajakan di kaki lima, dan memakai standart harga kota Jogjakarta.
Kebetulan saya pernah nge-kost di Wirobrajan Jogja, harga makanan seharusnya di bawah Surabaya dan jauh dibawah harga makanan di Jakarta.
Seporsi lele pecel di Tangsel (tempat saya tinggal) saja, sekarang harganya masih dibawah 20 ribu. Kalaupun langganan dan kenal penjualnya, masih bisa nambah lalapan atau sambal-nya.
Kalau pembeli akrab dengan penjual, kalau pesan teh manis si abang menawari ditambah air minum lagi (biasanya ditambah teh tawar).
Pada umumnya penjual, melakukan hal tersebut untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan.
Berharap konsumen (lain waktu) kembali lagi, kemudian menularkan dan atau mengajak teman atau keluarga lain.
Pelayanan yang terbaik dari penjual, membuat konsumen nyaman dan tidak berpaling ke penjual makanan sejenis yang lain.