Beberapa hari lalu saat naik kereta, saya mendengar pengumuman bahwa pintu masuk dan keluar Stasiun Tanah Abang ditutup. Rekayasa ini menyikapi kejadian sehari sebelumnya, yaitu melonjaknya pengunjung pasar Tanah Abang.
Video suasana pasar sempat viral dan treding di twitter, saya miris melihatnya dan komentar kebanyakan netijen adalah menyayangkan.
Melihat video tersebut, mengingatkan saya pada kejadian serupa di India. Masyarakat berbondong mandi di sungai gangga, mereka merayakan acara keagamaan. Sebelumnya angka covid memang dinyatakan turun, tetapi setelah euforia itu menyebabkan terjadinya tsunami covid.
Lebaran di negeri +62, identik dengan semua serba baru. Mulai dari pakaian dan perlengkapannya, kemudian alat-alat eletronik, perabot, furniture, kendaraan. Sungguh mengherankan, praktek konsumerisme dilakukan justru setelah bulan, kita dilatih untuk menahan hawa nafsu.
Kadang saya pengen tahu, siapa ya dulu yang memulai. Hingga bisa menjadi budaya seperti ini, dan bertahan bertahun-tahun. Sampai semesta menghentikan, melalui wabah virus Covid-19.
Kalau mau jujur, masyarakat kita termasuk lapar segalanya (untuk alasan belanja). Kalau punya duit bawaannya tidak betah di rumah, penginnya ke pasar dan buru-buru belanja.
Lebih lagi menjelang lebaran datang, hasrat ingin tampil beda tak bisa dibendung. Maunya pakai baju baru, mukena baru, peci baru, sajadah baru dan seterusnya (jatunya pamer).
Oke, kalau kondisinya tidak pandemi, bisa dimaklumi. Tetapi sekarang berbeda, wabah sedang melanda dan kita ingin mencontoh India.
Ayolah agak ditahan, atau lebih baik belanja via online.
-----
Ramadan mewajibkan umat muslim berpuasa, berpuasa bisa diartikan menahan diri dari segala hal yang berlebihan. Sejatinya hawa nafsu adalah pemantik sikap berlebihan, manusia dibekali akal (ruh) sebagai senjata untuk memerangi ( baca mengelola) nafsu.