Saya yakin, Kompasianers pasti sepakat. Nilai terkandung dalam puasa itu luar biasa, yang didapat pelakunya (satu diantaranya) adalah kesehatan. Konon penyebab sakit badan, sebab musababnya adalah makanan.
Puasa Ramadan mengajak kaum beriman, untuk mengistirahatkan organ pencernaan dari tugas rutin selama sebelas bulan. Semua asupan distop dari subuh hingga maghrib, besar kemungkinan akan terjadi proses detox.
Mendengar kata detok, saya membayangkan kegiatan menguras bak mandi. Air yang ada di bak dikeluarkan, kemudan seluruh sisi bak disikat sedemikian rupa. Agar bersih maksimal, dipakai obat pembersih ubin (deterjen atau cairan khusus).
Untuk kotoran membandel, tidak cukup dengan sekali sikat. Setelahnya disiram beberapa kali, maka lumut dan kotoran menggenang siap dibuang ke got. Ya, Saya mengibaratkan puasa seperti menguras bak mandi.
Puasa secara lahiriah, bisa diartikan menahan diri makan dan minum dari subuh hingga maghrib. Setelah lambung dibersihkan, tugas berikutnya mengisi dengan asupan sehat dalam ukuran proporsional. Manusia terbaik seru sekalian alam, memberi suri tauladan perihal makan.
Dari Anas bin Malik RA berkata, "Nabi SAW biasa berkua dengan ruthab(kurma muda) sebelum sata, jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma, beliau minum dengan satu teguk aur ( HR, Ahmad Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah)
Coba perhatikan Kompasianer, manusia mulia itu sebegitu sederhananya. Saya menyimpulkan esensi puasa, bagaimana mengalahkan hawa nafsu atas ruh.
Nafsulah, yang menjauhkan manusia dari hakikat penciptaan. Menggiring manusia, cenderung pada sikap berlebih-lebihan soal dunia.
Pun masalah makan, tak jarang berlebih-lebihan. Maunya makan yang enak, lezat, ditata khusus menggugah selera dengan harga selangit. Padahal kalau dipikir, semahal dan selezat apapun makanan ujungnya adalah kotoran.
Sementara nilai puasa, adalah menahan diri pada yang mudhorot.
-----