Hallo Kompasianer, salam sehat selalu, tetap semangat dan stay at home ya. Hampir sembilan puluh hari, kita dididik disiplin dan belajar menaklukkan ego. Keadaan yang (dianggap) tidak mengenakkan ini, suka tak suka musti tetap kita hadapi dan jalani.
Meskipun ada diantara kita, (mungkin) sudah terlalu jenuh dan bosan. Ya, bagaimana lagi. Kita dituntut kreatif, mengisi waktu dengan aneka kegiatan yang sekiranya bisa produktif dan bermanfaat.
Belakangan, marak penyebutan istilah "New Normal" kemudian di tweetnya uda Ivan Lanin menyebut "Kenormalan Baru" adjektif dari Kewajaran baru atau kelaziman baru.
Suatu Keadaan baru buah dari penyesuaian, meski sebagian kita (bisa jadi) masih merasa jengah. Karena kondisi yang berlangsung, ternyata berbeda dari hari-hari biasanya.
Kondisi saat ini, memang terbilang lain dari yang lain. Kita musti menyikapi dengan sebaik sikap, dan kehidupan harus terus berlangsung.
Tetapi saya meyakini satu hal, bahwa manusia telah dibekali akal pekerti sekaligus memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi.
Bahwa kita manusia dipersiapkan semesta, sanggup dan disanggupkan menghadapi kendala dan menemukan jalan keluar atas setiap permasalahan.
Bukankah manusia juga, yang menemukan tehnologi sehingga bisa memakmurkan bumi menuju kehidupan lebih dinamis hingga saat ini.
Saya yakin, kita semua pasti berharap pandemi ini segera berakhir. Kita disampaikan pada kenormalan baru yang lebih baik dan beradab.
Menemukan kebiasaan-kebiasaan baru, yang membawa kedamaian dan kemaslahatan bersama, tercipta paradigma baru yang lebih manusiawi.
Dan terciptanya kenormalan baru itu, sangat bisa dimulai dari setiap individu. Yaitu dengan membiasakan hal-hal baik (meski kecil), yang kemudian akan menciptakan suasana baru.