Sungguh, tidak ringan tantangan hidup di megapolitan dan kota besar pada umumnya. Bagi kaum urban, yang super sibuk dalam membangun relasi dan memperluas jejaring pergaulan. Lingkaran pertemanan penting, kadang membuat seseorang (mau tak mau) menyesuaikan gaya hidup.
Yang asalnya dari kampung (seperti saya), masuk ke Jakarta atau kota besar lain, mulai mengenal Mall, akrab dengan Cafe dan lidah mulai terbiasa mencecap menu international Restoran. Aneka menu dengan nama asing, dengan mudah dihafal dan dilafal di luar kepala.
Tidak masalah. Karena kita manusia, kan musti terus berproses dan berkembang. Justru kalau kita diam di tempat, berarti kita tidak melakukan pergerakan berarti. Sayang banget kan, sementara waktu terus berjalan dan menggerus jatah umur diberikan kehidupan.
Kembali ke masalah gaya hidup, musti disadari bahwa biaya untuk menunaikannya tidaklah murah. Untuk bisa terlihat keren dan prestisius, perlu sejumlah dana yang harus dikeluarkan. Dan sebaiknya kita bijak mengatur keuangan, jangan sampai keputusan diambil justru membebani diri sendiri.
Sebaiknya apa yang kita putuskan telah diperhitungkan cermat, sehingga nongkrong di Cafe tidak sekedar nongkrong. Tetapi dapat menunjang pekerjaan, guna pencapain goal hidup yang telah ditetapkan. Hindari pepatah "besar pasak daripada tiang", karena pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, ibarat menunggu kiamat keuangan yang bakal terjadi.
Menyoal gaya hidup dan pengelolaan keuangan, beberapa waktu lalu saya menghadiri acara FUNansial. Acara yang menghadirkan nara sumber Dipa Andika Nurprasetyo, seorang Financial Planer membuka pengetahuan dan pencerahan baru.
Pemilihan kata FUNansial pada tema acara, memberi gambaran pada saya apa yang bakal didapati. Yaitu bagaimana strategi mengatur keuangan, sehingga mendapati endingnya yaitu "FUN" -- keren ya.
Bocor Alus dalam Pengelolaan Keuangan
Kali pertama mendengar istilah bocor alus, adalah pagi hari ketika saya berniat protes kepada abang bengkel motor langganan. Saya curiga ada masalah dengan pompa (kompresor) di bengkel ini, pasalnya ban depan roda dua saya kempes padahal semalam baru saja diisi angin.
Tugas mengantar anak ke sekolah tidak bisa ditunaikan, karena angin di dalam ban tinggal sepuluh persen. Kalau dipaksakan jalan ban bisa robek, tentu saja velg-nya rusak parah karena beradu aspal.
"Jangan jangan bocor alus Pak" tukas abang tukang bengkel. Pagi itu ban dalam seketika dibuka, kemudian diisi angin seperlunya kemudian dimasukan ke dalam bak berisi air. Dengan telaten, si abang menelusuri setiap bagian ban di dalam air. Kalau ada bagian yang bocor, pasti akan mengeluarkan gelembung di permukaan ember, karena air terdorong angin dari dalam ban.
Dengan hati hati si abang bekerja, sesekali bagian ban yang sudah terlewat diulang lagi. Abang bengkel ingin memastikan setiap satu mili ban tidak bocor. Bagian demi bagian diperhatikan dengan seksama, dijamin tak bakal lepas dari pantauannya.