Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Pintar (Menulis) Saja Tidak Cukup!

Diperbarui: 26 November 2019   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hipwee.com

Coba Kompasianer perhatikan, Tab "Terbaru" di  halaman depan Kompasiana. Kalau diklik  kita bisa melihat,  setiap menit bermunculan puluhan artikel anyar. Artikel dengan aneka tema dari berbagai genre, dengan tema yang samapun  bisa beda sudut pandang. Tentu hal ini sangat wajar, mengingat Kompasiana adalah platform blog yang terbuka untuk umum.

Sebagai "fasilitas umum", Kompasiana bisa diakses oleh siapapun, kapanpun, dari manapun dan di manapun. Tetapi dengan catatan, asal ada jaringan internet (dan ssst, kuota, hehehe) -- namanya juga media online.

Saya mengumpamakan, yang ada di laman Kompasiana ibarat miniatur kehidupan. Tampil beraneka artikel sesuai minat si penulis, setiap orang bebas dan bisa menjadi dirinya sendiri  melalui ulasannya (yang penting tidak melanggar S&K ). Lagi-lagi karena Kompasiana, tidak mengkhususkan sebagai paltaform blog dengan jenis artikel genre tertentu. 

Semakin banyak Kompasianer menulis, semakin banyak ide dan gagasan yang muncul di halaman Kompasiana. Yang suka menulis politik dipersilakan --konon politik paling banyak viewer-nya--, yang gemar ulasan kuliner juga ada, ada juga kompasianer focus di tema ekonomi dan keuangan.  Atau bisa juga mereview film dan musik, tersedia juga kanal Humaniora, olahraga, gaya hidup dan sebagainya. Semua jenis artikel dipersilakan, justru keberagaman yang membuat Kompasiana banyak peminat dan diminati. 

Dari sekian ratus ribu kompasianer, misalnya seribu menulis tema politik (seribu itu banyak lho), maka berapa kemungkinan tulisan kita dibaca dan diingat pembaca. Setiap penulis tema politik, punya sudut pandang dan diksinya sendiri-sendiri. Hal ini menjadi tantangan Kompasianer (yang mengisi kanal politik), menampilkan diri dengan tulisan berbeda meskipun tema dan genrenya sama. 

Saya yakin, semua Kompasianer pintar (buktinya piawai menulis), tetapi pintar saja tidak cukup !

dokpri

-------

Ngacung, siapa tidak suka atau belum pernah makan pecel Madiun. Makanan yang terdiri dari aneka sayur-sayuran, sangat saya gemari dari dulu apalagi setelah diet tiga tahun silam. Pecel yang asalnya dari kota penghasil brem ini, terbilang sangat mudah didapat dan dibeli.

Penjualnya ada di mana-mana, mulai dari penjual yang memakai gerobak dorong, ada yang menggelar dagangan di warung semi permanen. Saya pernah menemui pagi saat berangkat kerja, ibu penjual dengan tenggoknya duduk di trotoar depan Ratu Plaza di daerah Bundaran Senayan .

Dari sekian banyak penjual pecel, ada satu yang menjadi langganan saya,  yaitu penjual dengan gerobak dorong yang mangkal di pelataran ruko dekat pasar kecil Bintaro- Tangsel. Budhe (saya biasa memanggil), saya temukan sejak beberapa hari setelah menjadi pengantin baru.

Minggu pagi ketika mengantar istri belanja, sambil menunggu saya sarapan pecel. Citarasa khas mengingatkan saya pada kampung halaman, dan harga dibandrol relatif murmer (makanya banyak pelanggan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline