Sore itu tidak seperti biasanya, gadis kecil menyamperin si ayah yang baru pulang dari sholat maghrib di masjid. Jalannya sedikit pincang, sembari meringis menahan rasa tak nyaman di kakinya. "Ayah, pijitin kaki adek dong, pegel nih tadi ada ekskul renang."
Ayah mana sanggup menolak, permintaan gadis mungil yang diucapkan dengan suara menggemaskan. Sementara sarung dan baju koko belum juga dilepas, si ayah siap beralih profesi menjadi tukang urut dadakan.
Saya menuang minyak telon di telapak tangan, kemudian membaluri bagian yang pegal dan atas permintaannya pada bagian betis lebih sering dipijat. Sembari memijat dialog ayah dan anak terjadi. Perihal kegiatan seharian, yang membuatnya tubuhnya kecapekan dan kakinya pegal.
"Adik, mulai hari ini sudah renang di kolam yang dalam, jadi sama bu guru diminta renang agak jauh jaraknya" kisahnya dengan menahan sakit"Tapi pas pertama masuk kolam, adik belum kuat renang dari ujung ke ujung jadi sama bu guru boleh separuh jalan saja." Saya mendengarkan dengan seksama, nyeletuk seperlunya dan menghindari kalimat yang terkesan menyalahkan.
Saya seperti ditarik ke masa silam, teringat semasa kecil ketika telapak lembut tangan ayah memijat punggung, tangan atau bagian badan anaknya yang kecapekan atau kesakitan. Pijitan yang cenderung pelan, tetapi (entahlah) sampai sekarang saya masih bisa merasakan nyamannya.
Ayah orang yang sangat sederhana, sebagai guru SD gajinya tak seberapa. Kami hidup di pelosok desa, selepas pulang mengajar tidak ada kegiatan lain kecuali di rumah. Sehingga tersedia cukup waktu, ayah bertemu dan ngobrol dengan anak-anaknya
Sikap ayah yang hemat bicara, membuat hubungan kami tidak terlalu dekat tetapi juga tidak terlalu jauh. Sikapnya yang tidak menjaga jarak, membuat saya mengidolakan sampai sepeninggal beliau. Meskipun tidak banyak uang, tetapi sikap dan ucapan dominan lembut, bahasa tubuh dan verbal meneduhkan menjadi warisan tak ternilai.
Kini setelah menjadi ayah, saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Berusaha ada ketika anak-anak membutuhkan, siap menjadi pendengar ketika anak-anak bercerita. Menyediakan diri menjadi tameng, ketika anak-anak membutuhkan perlindungan.
Membangun Kedekatan dengan Anak Sesuai Usia
Kompasianer's, ketika membaca artikel parenting mungkin ketemu istilah bonding anak dan orangtua. Bonding kerap diartikan sebuah keterikatan, selama beberapa hari atau minggu pasca kelahiran anak. Proses pembentukan keterikatan ini, kemudian dikenal dengan istilah attachment.
Dalam penelitiannya, John Bowlby, ahli psikologi menyebutkan bahwa tiga tahun pertama hidup seorang anak, adalah waktu yang baik untuk membangun atau mengembangkan kedekatan anak dengan orangtua.
Kedekatan yang akan membuat anak merasa aman (secure), sehingga akan terjadi keberlanjutan pada banyak faktor. Sebagian besar anak merasa secure terhadap orangtua, dan hanya sebagian kecil anak mengembangkan perasaan insecure (kalau membaca berita anak disiksa ayah ibunya, nah anak-anak ini termasuk insecure).