Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Nikmati dan Syukuri Kebersamaan, Sebelum Merasakan Pedihnya Kehilangan

Diperbarui: 19 Oktober 2019   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

acara tahlilan-dokpri

Kompasianers, yang pernah ditinggal  (karena meninggal) orang dikasihi, saya yakin pasti pernah mengalami, bagaimana pedihnya kehilangan. Perasaan duka yang sangat sangat mendalam, bahkan melebihi duka yang pernah dialami dan dirasakan.

Saya pernah dua kali mengalami, yaitu ketika ayahanda meninggal belasan tahun silama. Kemudian belum lama rasa duka kembali menghampiri, yaitu ketika ibu mertua berpulang ke Rahmatullah.

Dengan ayah kandung, tentu banyak kenangan tersimpan di benak, terutama ketika saya masih belia. Ayah dengan segala kesederhanaannya, sampai kapanpun tak akan terlupa jasa-jasanya.  Sementara dengan ibu mertua, beliau adalah orang yang palng banyak berjasa. Ketika si anak mantu ini baru merangkak, membina rumah tangga putri bungsunya.

"Duh, sedihnya benar benar, sampai garis batas" ujar seorang teman, yang pernah merasakan ditinggal buah hati yang masih kecil.  Saya tak menyangkal kalimat teman ini, karena memang begitu kenyataan dialami.

Belajar dari pengalaman, saya sangat meyakini satu hal. Bahwa di setiap kejadian selalu ada hikmah tersampaikan,  dan bahwa hikmah itu tidak ada maksud lain, kecuali untuk kebaikan manusia itu sendiri (apabila kita mau memetiknya).

Hikmah dari kehilangan, adalah kesempatan saya belajar berempati dan turut merasakan, betapa sangat berharganya kebersamaan. Setiap persuaan, dengan saudara, kerabat, sahabat, teman, apalagi dengan orangtua, belahan jiwa dan buah hati, mustilah dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Pada benak dan kalbu orang orang dikenal, kelak kita akan dikenang dan atau juga kita yang mengenang. Tentang kejadian apapun, yang pernah dilewati dan dialami bersama, Maka alangkah indahnya, apabila kenangan yang baik yang menjadi simpanan itu.

------

dokpri

Siang yang terik itu mendadak sendu, ketika saya bersama dua kakak ipar turun dan masuk ke liang lahat. Kami bertiga siap menerima jasad ibu, yang hendak dikebumikan di tanah pemakaman. Dulu, ketika ayahanda meninggal, saya tak keburu hadir di pemakanan karena sedang di perjalanan dari luar kota.

Hari itu, kali pertama saya merasakan, sebegitu campur aduk perasaan ini. Menerima jasad, orang dihormati dan disayangi, kemudian membenamkan dengan tanah liat. "Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -- sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya- lah kami kembali." Ayah mertua, tujuh anak kandung bersama anak mantu, cucu-cucu, kerabat, tetangga hadir di menjadi saksi pemakaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline