Kerap kita mendengar, ucapan "Selamat Menempuh Hidup Baru" ditujukan kepada saudara, kerabat, sehabat, teman (atau siapapun) yang baru melaksanakan hajatan pernikahan. Saya sepakat dan memang benar adanya, pernikahan bisa diibaratkan sebagai babak baru dalam kehidupan.
Bahwa pernikahan, adalah lembaran kehidupan yang tidak kalah seru, memang begitulah kenyataannya. Pasalnya, dalam membina keluarga baru (suami istri) terdapat dua orang yang berinteraksi, berarti ada dua kepala dan dua pikiran berbeda yang musti diselaraskan.
Sebuah pernikahan, baik yang dijalani oleh pasangan belia atau sudah cukup umur, baik yang diijabkan seorang perjaka atau duda dengan gadis atau janda, melalui atau tidak proses pacaran, pastilah memerlukan proses transisi dan atau penyesuaian.
Pasangan suami istri, meskipun terikat tali pernikahan kuat, syah di mata hukum dan agama, tetaplah dua sosok pribadi yang berbeda. Masing-masing memiliki latar belakang tidak sama, dan sudah pasti membawa karakter sendiri-sendiri.
Justru atas sebab perbedaan itulah, maka suami dan atau istri punya kewajiban yang sama, yaitu saling menyesuaikan demi keharmonisan rumah tangga.
Paginya bagi seorang bujangan, begitu bangun tidur (bagi yang muslim) sholat subuh, nonton televisi, mandi kemudian siap-siap berangkat kerja. Pergi ke kantor tinggal nyangklong tas, naik kendaraan dan sampai tempat pekerjaan.
Akan berubah setelah ada istri, tanggung jawab laki-laki bertambah, berperan sebagai kepala keluarga dan mengemban tugas pencarian nafkah. Bagi perempuan, siap dengan segenap kerepotan di rumah (kalau istri juga pekerja kantor, berarti punya kesibukan double).
-------
Penyesuaian, adalah keniscayaan, fase ini sangat memungkinkan suami dan atau istri, mengalami (yang disebut) culture shock. Sebuah kejutan, dari kebiasaan hidup bebas sebagai single, kemudian (mau tak mau) musti menyesuaikan, memikirkan/menjaga perasaan pasangan.
Pada kondisi penyesuaian, sikap 'give and take' (jangan take and give) sangat dibutuhkan, bahkan bisa jadi kita dituntut untuk 'give' tanpa syarat. Satu tahun pertama, masa penyesuaian begitu terasa, letupan-letupan kecil tak jarang muncul dan terkadang ditentang oleh ego.
Dua belah pihak (suami istri) musti intens berkomunikasi, agar saling menyelaraskan diri, karena hal hal kecil kalau, tidak mustahil perlahan-lahan membesar.