Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Pemilu 2019 adalah Pemiluku yang Berbeda

Diperbarui: 17 April 2019   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi-dokpri

Sepanjang mempunyai hak mencoblos dalam pesta demokrasi, maka tahun 2019 adalah pemilu saya yang terbilang sangat berbeda.

Sebagai blogger, saya cukup aktif berjibaku mulai awal tahun, dan sebagai warga saya terlibat kesibukan jelang sampai akhir penghitungan di lingkungan tempat tinggal -- nanti saya ceritakan.

Saya tak mengira, per-awal tahun 2019 bisa bergabung dalam team buzzer salah satu capres cawapres (monggo kalau mau kepo pilihan saya, silakan cek medsos saya --hehehe). Posisi saya bukan karena buzzer maka saya mendukung capres, tapi kebalikannya karena saya mendukung capres (dari pilpres 2014) maka saya direkrut menjadi buzzer.

Menjadi buzzer adalah pengalaman yang cukup seru, akun twitter saya kena suspend tiga kali, gara-gara suspend pula follower saya melorot drastis dari 3ribu lebih menjadi Nol. Alhasil saya terpaksa membuat akun medsos baru (twitter), follow satu persatu teman dan hingga menulis artikel ini follower baru 220.

Padahal, saya termasuk hati-hati memilih konten dan hastag sebagai bahan tweet, tidak sekedar main copas materi yang diberikan koordinator. Setiap cuitan di timeline akun twitter saya, kebanyakan saya edit dan menggunakan gaya bahasa saya sendiri (mmengacu materi pokok disediakan) .

Kemudian (kalian bisa chek sendiri), saya menghindari hastag sensitif dan menyinggung SARA, sejauh menjadi buzzer (insyaallah) saya bermain di area lumayan aman. Saya memasang strategi, ngetweet sebanyak-banyaknya ketika koordinator team buzer memberi hastag yang menyemangati -- biasanya saat isi tweet menyasar millenials/ pemilih pemula.

Jam kerja buzzer nyaris seharian penuh, tetapi dari awal buzer diberi kebebasan mengatur sendiri ritme ngetweet. Misalnya ketika pada jam tertentu (misal jam 10.00 -- 13.00) saya sedang ada job lain, off dulu ngetweet pemilu, kemudian saya aktif ngetweet pada sore hari (begitu dengan teman lainnya)

Senang sih, apalagi kalau tweet saya ada yang menanggapi, misal diretweet atau di quote tweet sehingga terjadi interaksi. Keselnya, kalau yang menanggapi adalah akun berseberangan pilihan (tak jarang akun robot), isinya menyerang konten saya -- saya curiga akun penyerang ini yang membuat akun saya kena suspend.

Tapi kalau mau jujur, kadang pada hari tertentu saya merasa capek dan bosan ngetweet (namanya manusia ya) dengan tema besar pemilu (baca politik) Bayangkan, setiap hari selama tiga bulan, buzer disuply materi bertubi-tubi, baik dalam bentuk file word, Pdf maupun gambar.  Menjadi buzer pemilu, adalah pengalaman pertama dan tak terlupakan, belum tentu pemilu berikutnya bisa menjadi buzer.

sumber mediajabar.com

------
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline