Begitu acara resepsi pernikahan selesai dilangsungkan, pasangan pengantin baru siap menghadapi realita kehidupan sesungguhnya.
Sebulan dua bulan pertama, menjadi masa bulan madu yang penuh keindahan. Semua tampak serba menyenangkan, setiap kesalahan sangat bisa ditoleransi. Lepas masa bulan madu, seiring berjalannya waktu satu persatu masalah rumah tangga bermunculan untuk dihadapi berdua.
Ketika masih sendiri, urusan makan tinggal pergi ke warteg membeli seporsi makanan sudah beres. Setelah menikah akan berbeda, ada dua perut dan dua selera yang harus diakomodir.
Saat bujangan tidur cukup di sepetak kamar kost, sehari dua hari tidak pulang kost, tidak ada yang mempermasalahkan.
Setelah menikah otomatis berubah, mulai berpikir di mana akan tinggal, tidak bisa pulang sesuka hati mengingat ada pasangan menunggu.
Masalah rumah tinggal, adalah masalah khas dihadapi pasangan baru, Bagi anak tunggal (baik dari pihak suami atau pihak istri), posisinya sangat diuntungkan. Biasanya orang tua (pemilik anak tunggal), berusaha sekuat tenaga 'memaksa' agar sang anak dengan pasangan tidak beranjak dari rumah.
Beda dengan rumah tangga baru, baik suami maupun pihak istri mempunyai banyak saudara (hal ini saya alami hehehe) Lebih banyak pertimbangan dipikirkan, apakah akan tinggal bersama orang tua/ mertua atau memilih tinggal di rumah kontrakkan (karena masih menabung).
Kalau tinggal di rumah kontrakkan, musti berhitung uang sewa kamar, bayar listrik, bayar air, iuran ini dan itu (termasuk biaya kebutuhan sehari-hari, pulsa dan keperluan lain)
Kalau belum punya uang cukup, satu-satunya jalan adalah tinggal di rumah mertua, itupun pasti ada resiko ketidakenakkan diterima (apalagi yang masih ada saudara lain serumah)
"tinggal di sini dulu saja, sambil nabung buat beli rumah," orang tua menawarkan solusi