Sejauh pengalaman saya, menjalani tugas dan peran sebagai orang tua. Ada satu hal saya rasakan, terkait tumbuh kembang anak. Betapa pengaruh orang tua sangat besar -- saya yakin anda mengaminkan --, bagi pembentukan karakter anak itu sendiri.
Alasannya sangat jelas, dalam rentang golden age ( usia emas 0 -- 7 tahun) anak berada dibawah "kuasa" orang tuanya. Anak sangat tergantung pada orang tua, sementara naluri ayah dan ibu ingin melindungi buah hati dikasihi.
Pada periode usia emas inilah, setiap gerak, tindak tanduk, perilaku dan ucapan orang tua tak lepas dari perhatian anak -- untuk kemudian dicontoh.
Jadi jangan heran, kalau orang tua yang pencaci (besar kemungkinan) akan mendapati si anak menjadi pencaci. Anak-anak yang santun dan penurut, sangat mungkin karena melihat orang tua berlaku demikian.
Kalau ada istilah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", memang begitu nyatanya. Mereka (anak-anak) menduplikasi, dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan dari orang paling dekat (yaitu orang tuanya)
****
Pada beberapa tulisan sebelumnya, saya pernah mengisahkan anak mbarep kami yang lepas dari rumah untuk menuntut illmu (silakan dilihat di SINI)
Di awal anak mulai menjauh langkah, saya dan istri benar-benar (diuji) berusaha mengatasi diri sendiri. Menghadapi bagaimana beratnya galau, kangen yang sangat, ditega-tegain, kawatir dan aneka rasa berkecamuk.
Sementara logika mengatakan, "biasalah, lama-lama juga reda sendiri", "namanya pisah sama anak, wajar perasaaan seperti itu muncul" , "Jangan terlalu dipikirkan biar anak tidak kepikiran."
Namun nyatanya, hati ini tidak serta merta tenang dan berada pada kondisi ideal seperti diinginkan. Ada saja perasaan tarik menarik, bimbang apakah perjalanan akan dilanjutkan atau putar balik badan.
Pada masa awal berpisah, wajah anak begitu lekat di benak. Ibarat kata, kemanapun, kapanpun dan dimanapun si ayah berada, muka si anak muncul.