"Gue itu ya, minum air putih doang sudah jadi daging"
"Eh, kalau sudah umur 40 tahun, susah nurunin berat badan"
"Kalau sudah emak-emak atau bapak-bapak, metabolisme tubuh sudah berbeda, jadinya tubuh gini-gini saja, udah terima saja"
Dua tahun silam, pada awal menjalani diet, komentar di atas kerap saya dengar. Kalimat- kalimat pengendor semangat berseliweran, dari kanan kiri, atau teman di sekitar diri. Beberapa komentar malah to the point, menyatakan diet itu menyiksa diri sendiri -- hadeuh.
"Lu ngapain nyiksa diri dengan diet, enggak bebas makan kesukaan,"
"Kamu itu, pantesnya badan ya segini, kalau dikurusin jelek,"
"Ih, kurus mah kayak orang susah,"
Geming saya dengan kalimat penghambat, apalagi pernah merasakan sakit akibat obesitas. Pernah saya tulis di artikel terdahulu, digerakkan sedikit saja badan saya kesakitan. Rupanya dalam tubuh gendut saya -- kala itu--, menyimpan aneka penyakit yang membuat tubuh tidak produktif.
Diet bagi saya, bukan sekedar membuang kelebihan lemak di tubuh. Diet bagi saya, bukan sekedar ingin terlihat bagus kalau di foto atau di-publish di instagram atau medsos.
Tapi ada goal lebih besar, ingin saya capai dengan menjalani diet, yaitu ingin memiliki badan yang 'Sehat.' "Badan Sehat" itu keyword yang saya pegang, sementara urusan tubuh menjadi langsing, saya anggap sebagai bonus. Kemudian, kalau di foto jadi terlihat bagus, pakai baju tidak repot menyembunyikan perut, biarlah itu menjadi akibat dari diet.
Manusia adalah makhluk mulia, dilengkapi dengan akal pikiran sebagai pembeda dengan makhluk lainnya. Apa yang ada di pikiran manusia itulah, menjadi triger terhadap apapun yang hendak dilakukan dan dicapai.