Bicara antara gadget dan anak, sebagian besar orang tua, tak jarang langsung under estimate. Bahwa pemakaian gadgetoleh anak, diidentikkan dengan melulu hal negatif.
"Jadi males belajar", "kurang bersosialisasi", "jadi anak introvet", "kurang sikap empati", "serba instan", dan lain sebagainya. Silakan lanjutkan sendiri.
Kerap terdengar juga, para orang tua membanding-bandingkan, bagimana zaman dulu dan bagaimana zaman sekarang.
Anak-anak zaman dulu --sekarang sudah jadi ayah dan atau ibu, bersikap sopan santun kepada orang tua. Kalau ngobrol dengan orang tua, tidak berani menatap langsung pada mata. Disuruh mengerjakan apapun, tidak membantah apalagi mendebat.
Masalah permainan, anak zaman dulu --diidentikan, dengan kreativitas dan banyak gerak. Karena masih mengandalkan permainan tradisional, seperti permainan benteng, menuntut anak banyak lari. Permainan petak umpet, mampu menstimulus anak berpikir dengan penuh perhitungan.
Belum lagi masalah makanan, anak jaman dulu, lebih banyak konsumsi, makanan yang diolah oleh ibu di rumah. Boro-boro makan junk food, pergi ke Mall juga jarang, biasanya kalau weekend, tersebab jumlah pusat perbelanjaan masih sedikit.
Begitu seterusnya dan seterusnya, obrolan iseng atau curhat ada dimana-mana. Mulai dari group Whatsapp, komunitas SMA di FB -- biasanya lulusan tahun 90-an, ibu arisan, atau kumpulan para orang tua, berumur 35 tahun ke atas.
Sebagian besar masih berpendapat, bahwa jaman dulu lebih enak. Bahwa generasi jaman dulu, lebih ini dan lebih itu.
-0-
Saya pernah menghadiri sebuah talkshow, menghadirkan nara sumber Elizabeth Santosa, psikolog, praktisi di Komnas Perlindungan Anak dan penulis buku.
"Mengapa, ada jurang pemikiran antara anak dan orang tua?" ujar Lizi, sapaan akrab Elizabeth Santosa.