Saya yakin, setiap orang pasti ingin menikah sekali seumur hidup. Setia pada satu pasangan, bertahan hingga hanya maut memisahkan.
Meski untuk mencapai keinginan mulia ini, butuh perjuangan keras dan upaya yang tidak ringan. Bersedia mengesampingkan kemauan diri sendiri, demi keselarasan pemikiran dengan pasangan.
Perjalanan hidup tak pernah ada yang bisa menduga, garis yang dilalui kadang tak sesuai harapan. Tidak semua mimpi dapat terwujud, setiap manusia harus menghadapi kenyataan bahkan yang tidak diinginkan sekalipun.
Kelahiran, jodoh dan ajal menjadi rahasia Sang Pemilik semesta seisinya. Sementara manusia hanya sebatas menjalani, diringi usaha maksimal memasang sikap pasrah dan ikhlas.
-0o0-
Melintasi jalanan di kampung, motor saya beberapa kali terpaksa balik arah mencari jalan alternatif. Pasalnya ada tanda janur terpasang, tak jauh berdiri tenda putih tanda acara pernikahan tengah berlangsung.
Musim hajatan tiba, banyak pasangan penganten baru sedang berbahagia. Pernah saya mendapati di kampung yang sama, kepentok tiga atau empat forborden dampak penutupan jalan.
Belum lagi dipinggir jalan raya, sebagian bahu jalan terpakai untuk pesta kawinan. Masih ada lagi, acara kawinan dihelat di gedung atau aula khusus masjid atau kantor RT/RW.
Tidak hanya di daerah tempat saya saja, hal sama bisa jadi terjadi di hampir setiap tempat. Menikah adalah sunatullah, harapan setiap orang untuk keberlangsungan generasi. Coba kalau tidak ada pernikahan, bisa jadi garis keturunan akan berhenti dan terputus.
Pagi di awal september, kabar kebahagiaan masuk ke smartphone dari nomor yang sangat saya hapal. Tampak sebuah foto terkirim, pasangan pengantin lengkap dengan pakaian kebesaran adat jawa.
Anak dari kakak tertua, rupanya baru saja melaksanakan ijab kabul daerah Jawa Timur. Saya, pamannya, disarankan datang waktu resepsi beberapa bulan ke depan.