Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Mengelola Keuangan Keluarga Tanpa Hutang dengan Menabung di Bank

Diperbarui: 2 September 2017   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

illustrasi gambar dari cahayanabawi(dot)com

Saya yakin, setiap orang pasti tidak ingin punya hutang. Untuk alasan apapun, lazimnya hutang membuat hidup tidak tenang. Bagaimana bisa tenang, kalau masih ada hak pihak lain harus diselesaikan.

Apalagi kalau sudah dikejar-kejar debt collector, berarti sudah mulai ada masalah dengan pengembalian  utang.  Serem juga sih ya, kalau sudah ada unsur kekerasan dalam menagih utang.

Masalahnya, siapa yang mau konsisten dengan sikap tidak berhutang. Kadang manusia kerap terbawa arus, demi harapan akan gaya hidup yang diidam-idamkan. Berpenampilan wah terlihat trendy di medsos, menenteng barang branded limited edition.

"Kalau ga hutang, gak bakal bisa punya barang mahal ini," celetuk teman yang membeli barang secara kredit. Semua pilihan ada di tangan masing masing orang, konsekwensi juga ditanggung sendiri-sendiri. Namun sebaiknya hati-hati berucap, kalau kejadian benar (gemar utang) diri sendiri juga yang susah.

Saya merasa beruntung, lahir dan besar dari orang tua dan memiliki saudara sarat dengan pelajaran. Almmarhum Ayah seorang guru sekolah dasar, ibu memiliki warung sembako di pasar kampung. Keluarga  sederhana semakin semarak, dengan kehadiran enam anak semuanya laki laki.

Saya masih ingat, betapa riuh ketika seluruh anggota keluarga berkumpul. Setiap petang selesai sholat maghrib, kami mengelilingi meja makan kayu berlapis taplak plastik. Dua bakul besar berisi nasi tersaji, bersanding lauk dan sayur seadanya.

Lauk yang paling akrab ditampilkan, adalah tahu, tempe, ikan teri, ikan gerih dan sejenisnya. Sayur yang sering muncul, adalah sayur nangka, sayur daun singkong, bayam dan semacamnya.

Daging ayam atau daging sapi muncul sesekali, biasanya kalau sedang ada kelebihan rejeki. Pun masakan lezat seperti soto, rawon, gule dan olahan berbahan daging, menjadi masakan super spesial yang sangat jarang ada di meja makan kami.

Kakak sulung dan nomor dua menuju dewasa, porsi makan paling banyak diantara adik-adiknya. Melihat tumpukan nasi bak gunung di piring, ayah dan ibu tersenyum sembari mengacungkan jari jempol.

-0o0-

bersamma ibu sang inspirator sejati -dokumentasi pribadi

Keterbatasan ekonomi dialami, memaksa ibu tambal sulam memenuhi kebutuhan. Gaji guru yang tidak seberapa, tak cukup menanggung beban hidup suami istri dengan setengah lusin anak.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline