Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Modus: Ngasih Voucher Gratis tapi "Maksa"

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14101371011349139030

[caption id="attachment_357857" align="aligncenter" width="630" caption="dok.pribadi"][/caption]

Kejadian ini bermula dari senin / selasa seminggu yang lalu, tiba tiba handphone saya berbunyi ada nomor dari provider yang sama dengan nomoryang saya pakai. Saya tidak kenal dengan nomor tersebut untuk memastikan siapa yang telepon saya pencet tombol terima.

"Selamat siang, benar dengan Bapak Agung Han" suara dari ujung telepon memastikan nama saya dan saya amini.

Singkat kata saya dinyatakan beruntung mendapat voucher menginap gratis dari perusahaan yang memiliki tempat penginapan (sebut saja perusahaan x) dan perusahaan ini berafiliasi dengan hotel lain. Masa berlaku voucher selama satu tahun bisa digunakan all day (ternyata hanya weekday), untuk menginap selama 3 hari 2 malam. Maka diharap kedatangan bersama istri untuk pengambilan voucher pada jumat malam jam 19.00 wib sambil menyebutkan posisi kantor di gedung bertingkat daerah jakarta Pusat. Terus terang saya tidak langsung senang, otomatis timbul pertanyaan dari mana penelpon tahu nomor saya, atas dasar apa dinyatakan berhak menerima voucher karena seingat saya tidak pernah mengikuti kuis atau kirim apapun yang berkaitan dengan perusahaan X, kemudian kalau memang hanya mengambil voucher kenapa harus berdua dengan istri. Sang penelpon menjelaskan bahwa data saya didapat dari sebuah instansi (disebutknan namanya) tapi digunakan sesuai keperluan yaitu untuk memilih secara random 60 penerima voucher, pengambilan harus dengan istri karena untuk memastikan bahwa pemakai adalah benar pasangan suami istri dan dijamin 100% free tidak ada embel embel lain.

Diujung percakapan saya menjawab bahwa harus ngobrol dengan istri dulu kemudian si penelpon mengirim sms untuk bukti undangan yang nanti harus ditunjukkan ke reception pada saat datang. Suara dari ujung telepon menyatakan terimakasih sudah meluangkan waktu sembari minta ijin telepon kembali jumat pagi untuk mengingatkan acara.

Setelah ngobrol dengan istri terpaksa kami tidak bisa datang berdua, dengan pertimbangan anak kedua masih kecil, biasanya jam 20.30 an sudah siap siap tidur. Apalagi mbak yang telepon memberi informasi kesediaan kami meluangkan waktu selama 90 menit pada saat pengambilan voucher. Alhasil hari jumat ketika handphone kembali berbunyi dari nomor yang sama, dengan keadaan yang ada akhirnya saya nyatakan saya tidak bisa ambil voucher. Kejanggalan mulai terjadi setelah ini penelpon memberi saran mencari teman perempuan sebagai ganti istri saya dan nanti pura pura jadi istri ( hah apa apaan ini) kecurigaan saya mulai meningkat. Setelah saya tetap keukeuh tidak bisa mengambil, si penelpon memberi solusi bisa diambil hari sabtu atau minggu siang jam 13.00 tapi tetap harus berdua dengan istri.

***********

[caption id="attachment_357860" align="aligncenter" width="630" caption="dok.pribadi"]

14101376401312624096

[/caption]

Saya dan istri semakin curiga tetapi sekaligus penasaran, pasti ada apa apa dibalik ini semua maka kami memutuskan datang pada hari minggu siang bersama anak anak. Selama diperjalanan handphone saya silent, begitu sampai ditempat jam 13.00 masih di parkiran perlu beberapa menit untuk menjangkau kantor karena harus jalan kaki dan naik lift. Beberapa saat kemudian setelah melihat handphone sudah ada tiga kali misscall dari nomor sebelumnya, penelpon begitu antusiasnya hanya nunggu orang ambil voucher. Masih dilantai dasar telepon kembali masuk dan saya angkat dengan maksud mengabari saya sudah dilokasi.

"Bapak, saya ingin memandu sedikit pengisian formulir, nanti di kolom penghasilan disi saja rentang pendapatan (menyebutkan angka) biar dapat fasilitas yang bagus" pesan penelpon.

Sampai di lantai atas gedung bertingkat terlihat banyak pasangan suami, istri dan anak sedang sibuk mengisi formulir di depan meja reception. Saya dengan istri yang datang menyusul diminta memperlihatkan KTP, kemudian mengisi formulir seperti pengarahan mbak penelpon. Tak sampai lima belas menit masing masing keluaga dipanggil bersama satu marketing masuk ke ruangan yang terbuka dan luas berisi meja bulat dikelilingi lima atau enam kursi (menyesuaikan jumlah keluarga), ruangan dipenuhi dengan suara musik yang nge-beat, keluaga saya didampingi seorang marketing perempuan (sebut saja mbak S). Setelah masing masing meja terisi mulailah perkenalan sambil menunjukkan voucher gratis yang dimaksud, sementara voucher masih ditahan mbak marketing kemudian mereka menawarkan kartu keanggotan di club perusahaan x. Keuntungan menjadi member yang masa keanggotaannya selama 20 tahun ini setiap tahun berhak mendapat point yang bisa digunakan untuk menginap diseluruh jaringan hotel dan penginapan yang berafiliasi dengan perusahaan x. Point yang dimiliki bisa digunakan sendiri atau dijual ke pihak lain dengan harga suka suka pemilik point / member.

Istri saya langsung penasaran dengan iuran keanggotaan sekaligus bertanya berapa nominalnya, sampai disini mbak S berkelit angka akan dishare dibelakang yang penting tahu manfaatnya. Kami mengikuti saja kemudian sesi berikutnya kami diajak keliling mengeja poster demi poster yang dipajang di dinding yang bergambar resort penginapannya serta fasilitas umroh yang bisa didapatkan.

Begitu kembali ke meja istri saya kembali bertanya "berapa memang angkanya mbak L" lagi lagi dijawab "sabar ibu kami jelaskan konsepnya" mulai disini kami tidak nyaman. Kemudian ditengah tengah presentasi mbak S, seorang bapak (rekan mbak S) langsung meyeruak ke tengah depan ruangan, musik yang berdentum dimatikan dan meminta perhatian tertuju kepada bapak yang melucu sedikit diakhiri dengan pemutaran Company profile dan testimoni tentang club perusahaan x, selama sepuluh menit tayangan selesai akhirnya para marketing kembali meneruskan presentasi ke masing masing keluarga. Musik kembali menguasai ruangan

"bagaimana bapak ibu tertarik atau tidak dengan yang kami tawarkan" ujar mbak S.

"kami masih biasa saja mbak, dan harus tahu dulu budget yang dikeluarkan" jawab istri saya " dan itu duapuluh tahun nyicil setelah selesai tidak dapat apa apa ya mbak, putus begitu saja, kalau gitu mending nyicil rumah"

"iya ibu duapuluh tahun untuk keanggotaan saja, kalau membangun penginapan sendiri kan mahal banget ibu" jawab mbak S " jadi bagaimana bapak dan ibu tetarik atau tidak, jadi bisa hari ini diputuskan"

Kami sudah mulai jengkel karena jawaban masalah angka tak segera kami dapatkan, malah Mbak S membalikkan pertanyaan, " Bapak dan ibu kalau tertarik, sanggup dicicilan berapa dan DP berapa?".

Aneh juga masak kami belum tahu angka penawaran kok disuruh nyebutin angka cicilan dan DP sekaligus. Saya mulai tidak suka karena pertanyaan angka cicilan malah dijawab dengan pertanyaan kesanggupan cicilan " Maaf ya mbak terus terang saja saya tidak tertarik"

Mbak S tak putus asa" Jika saja tertarik kira kira berapa pak DP dan cicilannya, ini sekedar untuk laporan ke manager karena sudah presentasi"

Lha dijawab tidak tertarik kok malah diajak berandai andai, "mbak kalau saya sebutkan angka nanti perusahaan X membuat penawaran seperti angka sesuai yang saya sebutkan bagimana" balas istri saya yang merasa akan dijebak

Mbak S, hanya tersenyum entah dipaksa manis atau tidak maka tanpa membuang waktu saya nyeletuk "Mbak S saya tidak tertarik dan saya tidak ambil vouchernya trimakasih"

Saya langsung berdiri dari kursi sambil menenteng tas, mbak S menahan saya agar menunggu sampai jam 4 managernya akan datang. bagi saya sudah tidak ada alasan bertahan jadi kenapa musti menunggu manager, akhirnya ada seorang bapak (rekan mbak S) meminta mbak S tetap memberi voucher gratis itu untuk saya. Sambil mengucap terimakasih sudah meluangkan waktu tanpa minta maaf. Bersamaan saya keluar dari ruangan itu ada satu keluarga juga yang keluar, di lift kami berbagi cerita. Si bapak menuturkan pengalaman saudaranya yang ikut jadi member ternyata kamar hotel yang disediakan kamar yang kurang layak bahkan kran tidak nyala, dan selama 20 tahun harus menyicil keanggotan setiap bulan. Mending kalau jadi hak milik ini hak guna pakai. Sampai diparkir ternyata ada sekeluarga lain yang juga ikut turun. Selama diperjalanan pulang kecurigaan demi kecurigaan kami mulai terungkap satu persatu, Perihal voucher yang tetap diserahkan setelah kami baca syarat dan ketentuaannya membuat berat hati kami memakainya. Karena persyaratan harus reservasi beberapa bulan sebelumnya ke perusahaan x dan meninggalkan deposit, dengan kejadian siang ini (menurut kami) bisa saja perushaan x mempersulit penggunaan voucher. Makanya hari gini mau maunya ngasih voucher gratis pakai maksa pula, sembari kasihan keluarga lain yang masih bertahan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline