[caption id="attachment_360720" align="aligncenter" width="554" caption="dok.pri"][/caption]
Siapa yang tak senang mendapati lingkungan tempat tinggalnya asri, oksigen yang dihasilkan dari dedaunan menguasai halaman, jalanan dan pekarangan ketika menjelang siang. Udara bebas polusi tentu akan membuat badan sehat, karena O2 yang masuk paru paru adalah udara yang bersih. Kesehatan memang sangat mahal harganya orang rela merogoh kantong yang dalam untuk mendapatkan kesehatan, entah melalui makanan sehat, atau herbal. Untuk kalangan muda biasanya merutinkan diri mendatangi gym, selain mendapati kesegaran fisik tentu bentuk tubuh menjadi lebih enak dipandang. Asupan makanan yang masuk ke tubuh sangat diperhatikan dan diatur sedemikian rupa komposisinya. Kesehatan adalah modal utama untuk memperlancar semua aktivitas keseharian, berapapun kekayaan yang dimiliki tetapi kalau badan sakit tak akan bisa menikmati apa yang dimiliki. Meski pergi ke tempat wisata guna menyegarkan pikiran atau ke pantai untuk melepas segala penat tiada terasa nikmat kalau badan sedang sakit. Memang mencegah lebih murah daripada mengobati, maka selagi masih sehat ada baiknya pola hidup, pola makan, pola pikir dijaga dengan baik termasuk menjaga lingkungan tempat tinggal.
Kalau sedang melintas di daerah Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan Pasanggrahan Jakarta Selatan, maka jangan kaget kalau anda merasa adem karena rimbun pepohonan mendominasi sepanjang jalanan. Jalur yang menghubungkan daerah Bintaro menuju Raya Ciledug terasa nyaman dan sejuk, bahkan kalau mau mencermati di jalan gang samping kanan dan kiri jalan terlihat pohon buah bertumbuh jalan komplek perumahan. Ada satu gapura yang yang menjadi pusat perhatian saya yaitu memasang tulisan sebagai cara menyambut penghuni atau pendatangnya dengan ucapan "Selamat Datang di Kampoeng Agrowisata". Saya yang kebetulan melewati dan membaca tulisan tersebut seketika penasaran dan menyempatkan diri masuk ke dalam kampung tersebut, tentu rasa ingin tahulah yang menguasai benak saat itu.
Begitu sampai di mulut gapura selamat datang memang terasa lebih berbeda, setiap rumah yang ada di komplek itu menanam pohon mangga baik di pekarangan atau di pinggir jalan depan rumah. Seorang bapak penjaga kampung yang bernama Pak Irawan saya hampiri, dengan senang hati beliau bercerita bahwa kampung ini memang dijadikan sebagai kampung percontohan. Bibit pohon mangga yang ditanam di setiap rumah dan jalan merupakan sumbangan Pak Mentri Pertanian RI.
[caption id="attachment_360722" align="aligncenter" width="609" caption="dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_360723" align="aligncenter" width="626" caption="dokpri"]
[/caption]
"Paling enak kalau sedang musim mangga, semua rumah bisa menikmati buah mangga yang harus dan manis tanpa harus membeli" begitu Bapak yang ramah berujar pada saya. "Total ada 15 RT yang dinaungi RW 06 Kel Pasanggrahan, semua menanam pohon berbuah manis tersebut. 12 RT ada di sisi jalan yang sejajar dan 3 RT berada diseberang jalan", lanjut Pak Irawan sambil menunjukkan tangannya ke arah RT yang dimaksud. Alhasil lingkungan menjadi rindang sejuk dan asri, kalau udara sudah nyaman maka dijamin penghuni akan kerasan tinggal di dalam rumah.
[caption id="attachment_360725" align="aligncenter" width="578" caption="Pak Irawan-dokpri"]
[/caption]
Kekaguman saya belumlah behenti pada pepohonan saja, Pak Irawan mengarahkan saya agar melihat pesona lain dari kampung Agrowisata ini. Dengan mengikuti petunjuk sang bapak menyusuri jalanan sampai agak ke dalam, dan sampai di sebuah sudut kampung Agrowisata. Berdiri sebuah taman bacaan saung interaktif berdampingan dengan lapangan olah raga dan taman bermain. Banyak buku tertata di rak ukuran lumayan besar , tentu bisa dibaca warga kapan saja. Tempat edukatif ini disponsori oleh sebuah surat kabar dan sebuah Bank Nasional. Saat saya berkunjung kegiatan di taman bacaan saung interaktif sedang sepi, ada dua gadis SD usia 9 - 10 tahunan sedang memainkan alat musik tradisional Angklung, di taman bermain ada dua anak lelaki sedang duduk di ayunan.
[caption id="attachment_360728" align="aligncenter" width="544" caption="dokpri"]
[/caption]
Masih dalam satu areal ada Rumah Kompos, tumbuh tanaman toga yang berada di dalam pot, dan di pinggir lapangan dibuat jalan kecil selebar ssekitar satu meter untuk terapi refleksi kaki yaitu bebatuan kerikil halus ukuran sedang yang di tata rapi dengan ujung batu diatas kemudian ditanam dalam semen. Pada beberapa titik perumahan disediakan tempat pembuangan sampah yang dibagi menjadi tiga jenis dengan warna yang berbeda. Tempat sampah warna merah untuk jenis sampah B3 berupa Batrey Bekas, Tinta Bekas, dan sejenisnya, kemudian tempat sampah bercat hijau dipakai untuk menampung sampah organik yang terdiri dari sisa sayuran, buah, kertas, daun, ranting, dan semacamnya sedang tempat sampah ketiga berwarna kuning khusus untuk sampah anorganik yang terdiri dari plastik, kaleng, botol, kaca dan lainnya.
[caption id="attachment_360731" align="aligncenter" width="584" caption="dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_360729" align="aligncenter" width="640" caption="dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_360730" align="aligncenter" width="630" caption="dokpri"]
[/caption]
Alangkah senang apabila tinggal di daerah seperti ini, meskipun diluar wilayah ini terasa terik dan panas begitu masuk di Kampoeng Agrowisata atmosfir yang dihadirkan seperti bukan Jakarta.Suasana serupa pernah saya jumpai di daerah Jagakarsa atau cibubur yang masih relatif sejuk, atau mungkin ada wilayah lain di Jakarta yang saya belum ketahui. Tapi umumnya kota Jakarta yang saya jumpai sehari hari adalah panas, polusi, penat dan semacamnya. Semoga saja kedepan makin banyak kampung di ibukota yang mengikuti jejak Kampung Agrowisata di Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan Pasanggahan Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H