Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Penumpang KA Minim Empati

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412111921102610800

[caption id="attachment_362921" align="aligncenter" width="542" caption="dokpri"][/caption]

Moda transportasi Kereta api memang cukup menjadi pilihan favorit masyarakat, harga tiket cukup terjangkau dan bebas macet menjadi pertimbangan utama. Saya kalau mudiklebaran dengan berkereta harus siap siap sejak H-90 duduk di depan laptop menjelang pukul00.00 untuk berebut tiket dengan calon penumpang lain. Itupun dengan prosentase berhasil dan gagal berbanding sangat tipis, saya pribadi lebih siap mental gagal karena kalau berhasil siapa saja tak perlu mempersiapkan. Maka sudah menjadi jamak apabila tiket kereta jurusan Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami kenaikan harga yang relatif tinggi. Seperti layaknya hukum pasar semakin banyak permintaan maka harga akan dinaikkan, kasarnya kalau anda tidak mau masih banyak yang antri.

[caption id="attachment_362922" align="aligncenter" width="297" caption="wikipedia.com"]

1412111981510590878

[/caption]

Untuk rute khusus Jadebotabek PT KAI mengelola perkeretaapian khusus dengan mengoperasikan Commuter Line. Kereta ini cukup nyaman selain gerbongnya bagus, udara sejuk memenuhi setiap gerbong melalui AC atau kipas angin besar. Keluhan disana sini menjadi hal yang wajar sekaligus menjadi masukan buat PT KAI Jadebotek untuk berbenah lebih baik. Mungkin yang sering kita baca dan dengar di media perihal pelecehan seksual yang biasanya dilakukan penumpang laki laki terhadap penumpang perempuan, respon PT KAI terhitung cepat yaitu dengan membuat gerbong khusus wanita. Mengingat jumlah gerbong khusus wanita tak sebanding dengan jumlah penumpang wanita maka terpaksa ada sebagian yang masih bercampur dengan penumpang laki laki.

[caption id="attachment_362925" align="aligncenter" width="432" caption="skyscrapercity.com"]

14121121861510589697

[/caption]

Selasa ini untuk sebuah keperluan saya mengantar ibu yang sudah menjelang 70 tahun ke Pasar Tanah Abang, karena ingin cepat dan bebas macet maka berkereta adalah pilihannya. Saya ajak beliau naik Commuter Line rute Serpong - Tanah Abang.Dari stasiun Serpong kereta harus melewati 4 stasiun ( Rawabuntu, Ciater, Sudimara, Jurangmangu ) sebelum sampai ke stasiun Pondok Ranji tempat kami menunggu. Karena bertepatan jam kantor dan kereta sudah melalui beberapa stasiun bisa dipastikan penumpang penuh dan sesak saya dan ibu terpaksa berdiri. Ibu yang sudah sepuh sengaja mengambil posisi berdiri di dekat besi penyangga cabin kereta untuk tempat tas, dengan pertimbangan kedua tangan bisa berpegangan besi sekalian untuk sandaran. Daripada tangan harus keatas mengenggam pegangan berbentuk bulat yang menggantung, tentu lebih menguras tenaga, dan otot otot lebih cepat capek untuk seorang sudah berusia lanjut. Saya sendiri memilih berdiri persis dibelakang ibu agar bisa menjaga, atau apabila ada yang dibutuhkan bisa cepat merespon. Kereta mulai bergerak harus melewati stasiun Kebayoran Lama, Palmerah baru tanah Abang, ibu terlihat lebih kencang memegang tiang besi agar tubuhnya tak terlalu beguncang mengikuti gerakan roda kereta. Dalam hati saya menaruh kasihan akhirnya badannya saya pegangi dari belakang agar beliau tak terlalu kawatir.

[caption id="attachment_362923" align="aligncenter" width="485" caption="ibu saya (kerudung coklat)"]

14121120621896441356

[/caption]

Sebuah pemandangan yang membuat mendadak kaget adalah tak jauh dari tempat ibu berdiri ada seorang bapak muda yang duduk dengan nyaman. Sambil memegang handphone dan memencet mencet tombol, sesekali kalau bosan gadgetnya dimasukkan saku kemudian merem. Tentu saya tak bisa serta merta minta bapak muda tadi berdiri dan memberikan kursinya untuk ibu saya, karena tak pernah sekalipun bertemu apalagi mengenalnya. Hanya yang sangat saya sayangkan adalah tak ada rasa empati yang tampak dari sikapnya. Kejadian siang ini tentu bukan sekali dua kali saya lihat di transportasi massal, di lain waktu pernah terjadi di Busway terjadi hal yang sama. Saya pribadi lebih baik mengalah memberi kursi apabila melihat kakek atau nenek atau ibu hamil, atau ibu muda dengan anak kecil digendongan. Tentu bukan masalah sok pahlawan atau tidak, ini hanya masalah perasaan empati. Rasa mengalah yang kita tunjukkan tentu akan meringankan "beban" bagi orang lain. Ketika di transportasi umum dan mempersilakan tempat duduk bagi orang yang lebih berhak saya selalu membayangkan wajah orang tua saya. Berharap ada orang lain yang lebih kuat memberikan tempat duduk ketika ibu saya naik bis atau kereta kebetulan sendiri tanpa anaknya. Namun siang ini ketika seorang bapak muda tak peduli dengan ibu sepuh yang berdiri bersebelahan dengan tempat duduknya, di kepala saya jadi ngelantur "jangan jangan orang ini tak perduli juga pada orangtuanya". Tapi sudahlah mungkin saya terlalu jauh berpikir atau akibat kekesalan semata, untung ketika kereta berhenti di Stasiun Palmerah penumpang mulai berkurang. Ada tempat duduk kosong persis di sebelah bapak muda tadi akhirnya ibu bisa duduk dengan lega, saya bergeser berdiri di dekat ibu.

[caption id="attachment_362928" align="aligncenter" width="519" caption="akhirnya duduk"]

141211416633326700

[/caption]

Pernah suatu kali saya ada kepentingan di Singapore, budaya menghormati orang lanjut usia sangatlah kentara. Ketika melihat seorang kakek atau nenek atau ibu hamil masuk ke dalam transportasi umum, dalam hitungan detik (biasanya) anak laki laki berseragam sekolah, atau usia produktif langsung berdiri. Lalu kenapa di negara tercinta yang konon terkenal ramah tamah dan sopan santun ini ternyata masih ada yang bersikap cuek dan tak peduli. Sejak kejadian siang ini saya semakin bertekad tak akan membiarkan orang lanjut usia berdiri di kendaraan umum sementara saya mendapat tempat duduk enak. Atau kalau perlu PT KAI membuat tempelan poster perihal urutan penumpang yang berhak duduk di kursi ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline