[caption id="attachment_365076" align="aligncenter" width="640" caption="dokpri"][/caption]
Saya membaca berita bahwa hari ini Kamis 9 oktober 2014 adalah gelombang pertama kepulangan jamaah Haji ke tanah air, saya membayang wajah wajah haru dan bahagia bercampur baur. Beberapa tahun silam ibunda saya berkesempatan berhaji, membekaskan perasaan yang tak mampu diungkapkan dengan kata kata. Kala itu setiap dua hari sekali kami berbagi kabar lewat sambungan telepon, suara serak bahkan letih jelas terdengar meski kami berjauhan. Ibu yang berangkat dengan ONH biasa (bukan Plus) berada di tanah suci selama 40 hari, beda dengan ONH Plus hanya dua minggu. Jarak (seingat saya) 5 KM lebih dari pondokkan menuju Masjidil Haram di Mekkah, kemudian saat di masjid Nabawi Madinah menjadi tantangan tersendiri. Kebiasaan ibu dan jamaah dalam satu rombongan berangkat ke masjid siang hari usai shalat duhur, untuk menunaikan shalat ashar kemudian menunggu maghrib tiba dan setelah Isya baru kembali ke pondokan. Rutinitas yang dijalani sebulan lebih membuat bobot badan ibu turun drastis, bahkan sempat jatuh sakit di Mekkah. Meski sudah lima tahun lebih kejadian haji berlalu setiap bercerita kisah di tanah suci mata ibu menerawang membayangkan beratnya menunaikan rukun Islam ke 5.
Menyandang gelar Haji atau Hajjah (semestinya) bukanlah kebanggan semata, ada tanggung jawab yang dipikul dengan sebutan Haji atau Hajjah di depan nama. Maka para pejabat, pengusaha dan pesohor negri ini sudah seharusnya membarengi gelar Haji yang dimiliki dengan perilaku dalam keseharian. Memang sekedar gelar saja mudah diraih dengan syarat punya biaya berangkat ke Tanah Suci, tetapi mengaplikasikan gelar haji betapa butuh konsistensi dan kesungguhan agar perjalanan haji menjadi mabrur.
Baginda Rasulullah pernah ditanya sahabat perihal “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.” Beliau kembali ditanya, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab lagi, “Haji mabrur.” (Muttafaq ‘alaih). Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kami melihat jihad adalah amalan yang paling utama. Bolehkah kami berjihad?” Baginda Rasulullah SAW, “Akan tetapi, jihad yang paling utama (bagi kaum Muslimah, pen.) adalah haji mabrur.” (HR al-Bukhari).
Haji yang sesungguhnya atau Haji Mambrur sudah semestinya menjadi pencapaian tertinggi para jamaah, maka usai kepulangan ke tanah air harus lebih selektif berucap dan bersikap. Betapa malu apabila ada berita di media massa "Haji X pejabat sebuah instansi pemerintahan tersangkut kasus korupsi senilai sekian Milyar" atau sebuah berita tentang tokoh dari partai yang mengusung nilai agamis tetapi tersangkut kasus skandal seksual. Maka kejadian demi kejadian penuh gelimang duniawi oleh orang orang yang notabene bergelar haji tersebut, bisa menjadi kesimpulan masyarakat tingkat kehajian yang bersangkutan. Atau bisa jadi orang berpikir uang yang digunakan untuk berhaji adalah "uang panas" sehingga ritual hajinya tak ubahnya pelesiran.
*************
[caption id="attachment_365077" align="aligncenter" width="620" caption="dokpri"]
[/caption]
Lalu apa tanda atau ciri-ciri dari Haji Mabrur itu? Haji mabrur bisa dikenali tandanya saat ibadah haji itu ditunaikan. Disebutkan bahwa haji mabrur adalah orang yang saat menunaikan ibadah haji tidak melakukan kemaksiatan apa pun. (Lihat: Imam an-Nawawi, Riyadh ash-Shalihin, I/41), Ciri lain haji mabrur ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya selain surga.” Rasul SAW kemudian ditanya, “Apa ciri haji mabrur itu.” Beliau menjawab, “Selalu berkata-kata yang baik dan biasa memberi makan (kepada orang-orang yang membutuhkan.). (Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, II/39).
Menurut Imam al-Ghazali, ciri-ciri haji mabrur itu adalah pelakunya (saat kembali dari menunaikan ibadah haji) menjadi orang yang zuhud terhadap dunia, selalu rindu terhadap akhirat (surga) dan senantiasa berusaha mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah Pemilik Ka’bah setelah berjumpa dengan Ka’bah (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, I/272). Sumber : Haji Mabrur dan Ciri-cirinya
Kepulangan jamaah Haji tahun ini tentu membawa sebersit harap bagi kerabat, tetangga sekitar rumah bahkan secara luas bagi negri tercinta. Akan menghadirkan manusia manusia bergelar haji yang sesungguhnya atau haji mambrur. aminnn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H