Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Hukuman Beda dengan Konsekuensi

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14129806571847405886

[caption id="attachment_365556" align="aligncenter" width="560" caption="dokpri"][/caption]

Sebuah acara pagi di stasiun swasta benar benar memberi ilmu yang bermanfaat, perihal menghadapi dan mendidik anak yang sedang rewel. Menghadirkan narasumberkredibel Dr. Rose Mini M.Psi yang akrab disapa Bunda Mini seorang psikolog dan dosen di Universitas ternama. Pada Jumat 10 oktober Mbak Avy sudah mengulas di HL Jangan Sembarangan Menghukum Anak , saya hanya ingin membagi sedikit beberapa yang saya tangkap diujung dialog acara. (karena sambil mengerjakan sesuatu)

Orang tua mana yang nyaman mendapati anak sedang rewel apalagi di tempat umum, biasanya sang ibu akan melontarkan kalimat "diam gak" dengan sedikit membentak. Kalau sang anak tak segera diam biasanya akan diambil jurus kedua "kalau gak diam gak beli apa, atau pergi kemana". Reaksi sang anak biasanya berusaha meredam tangisnya demi "iming iming" dari ayah atau ibunya. Strategi ini ternyata kurang efektif, karena efeknya suatu saat hal yang sama akan terulang di kemudian hari. Anak akan menghapal kebiasaan ayah atau ibunya kalau dia menangis, sehingga menjadikan sarana menangis sebagai cara mendapat "sesuatu". Menurut sang pakar baiknya kalau anak rewel biarkan saja, atau kalau sedang ditempat umum segera ajak menyingkir ke tempat yang lebih sepi agar tak menjadi tontonan. Cara itu akan membuat anak merasa bahwa tangisannya tak memberi dampak apapun. Kemudian setelah diam baru ajak bicara perihal sikap si anak yang membuat (misalnya) acara jalan jalan jadi tak nyaman.

Mungkin juga bagi sebagian orang tua yang tak sabaran dengan segera mengambil sikap andalan yaitu marah. Kemarahan bisa berupa bentakan atau hukuman fisik entah cubitan, dijewer atau perlakuan sedikit kasar misalnya didorong. Anak yang sedang rewel atau membuat kesalahan tak bagus apabila di hukum, karena menghukum biasanya berasal dari satu pihak. Dalam hal ini orang tua sebagai pihak penghukum dan anak sebagai obyek atau terhukum, menurut penelitian tak ada dampak postif dari sebuah hukuman untuk alasan apapun. Karena hukuman berasal dari satu pihak maka sudut pandangpun juga searah, biasanya sebuah hukuman akan membekas di benak. Berbeda dengan konsekwensi, proses iniadalah akibat dari sebuah kesepakatan dua belah pihak yang terlanggar. Bagusnya konsekwensi adalah terdapat komunikasi diawal dari kedua belah pihak dalam hal ini orang tua dan anak. Seorang anak yang terhukum ketika tidak mengulangi kesalahannya pada lain waktu lebih karena trauma atau takut mendapat perlakuan tak enak, sedang seorang anak yang sudah terkena konsekwensi ketika tidak mengulangi kesalahannya alasannya lebih karena kesadaran.

Anak yang besar dengan hukuman akan berbeda sikapnya dengan anak yang dibiasakan berdialog untuk menentukan konsekwensi. Pada perlakuan kedua (konsekwensi) anak akan dipengaruhi untuk siap bertanggung jawab terhadap perbuatannya, sehingga cenderung menjadi anak yang memikirkan sebab akibat. Lebih logis dan membuka diri untuk menerima pendapat yang berbeda dengan keinginan. Sedang anak yang dihukum bisa jadi melampiaskan perasaannya dengan membalas kepada orang lain, misalnya kepada adik atau temannya.

Saya merasa beruntung mendapat ilmu baru itu, dan semakin merasa bahwa sekolah menjadi orang tua ternnyata tak pernah ada usainya. Semoga saja bagi orang tua yang semangat menambah ilmu pengasuhan atau parenting yang bisa didapatkan secara gratis dan mudah di media mampu menciptakan generasi yang lebih berkualitas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline