[caption id="attachment_366482" align="aligncenter" width="522" caption="dokpri"][/caption]
Pada awal merantau di Jakarta lebih dari sepuluh tahun yang lalu terhitung jarang saya melintasi daerahPondok Cabe, apalagi memang aktivitas lebih sering ke daerah Jakarta. Tetapi bukan berarti saya tak mengenal sama sekali wilayah ini, meski bukan lalu lintas rutin berkegiatan. Kemudian setelah takdir membawa saya ganti KTP menjadi warga penyangga ibu kota dan tinggal di daerah Tangsel lumayan (meski tak setiap hari) melewati daerah Pondok Cabe. Satu tempat yang biasanya menjadi pengingat, ancer ancer atau patokan kalau sedang bertanya alamat di daerah ini biasanya Bandara atau Lapangan Udaranya.
Kesan pertama dulu pada awal tahun 2000an ketika melihat Bandara ini adalah prihatin dan ternyata kesan yang sama itu masih bertahan sampai sekarang. Bandara yang berada di tempat strategis ini seolah ditelantarkan. Tampak dari kejauhan berjajar pesawat di lapangan ini terlihat warna catnya berubah memudar
Sebagai orang awam di bidang ekonomi terbersit pertanyaan apakah penelantaran juga termasuk bagian dari kerugian. Kalau saja lahan ini dimanfaatkan untuk kegiatan produktif pasti ada dampak ekonominya syukur bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi. Logika saya pribadi begini, ketika ada peluang value yang seharusnya didapattetapi karena tidak dimanfaatkan maka kesempatan itu akhirnya lewat sudah.
[caption id="attachment_366483" align="aligncenter" width="502" caption="pintu gerbang bandara -dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_366486" align="aligncenter" width="511" caption="marak umbul umbul- dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_366487" align="aligncenter" width="490" caption="pagar kawat menganga dokpri"]
[/caption]
Berbekal rasa penasaran maka saya browsing, riset di google dengan keyword "Bandara Pondok Cabe", benar juga saya menjumpa beberapa artikel terkait tempat ini. Setelah beberapa artikel saya simak kesimpulannya bahwa kawasan ini sudah tidak layak untuk dijadikan bandara karena sudah tidak sesuai dengan standart.
Jarak landasan pacu yang dimiliki bandara Pondok Cabe 1.984 m, sementara ketetapan standart 2.000 meter. Selain itu hal yang memberatkan dalam jarak kurang dari 500 meter dari landasan tersebut, terdapat permukiman padat penduduk. Ketika saya sempatkan berkeliling terlihat di balik pagar semen Bandara sedang dibangun perumahan model minimalis.
Untuk menguatkan tulisan ketika suatu saat ada keperluan melintas wilayah ini, sengaja meluangkan waktu khusus. Saya mencoba menelusuri pinggiran Bandara yang menjadi milik Pelita Air/ Pertamina untuk melihat lebih dekat. Hasilnya beberapa gambar saya dapatkan dengan kondisi seperti yang tampak.
[caption id="attachment_366484" align="aligncenter" width="478" caption="pusat terbang layang- dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_366485" align="aligncenter" width="481" caption="dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_366488" align="aligncenter" width="517" caption="sudut bandara jadi lapangan bola - dokpri"]
[/caption]
[caption id="attachment_366489" align="aligncenter" width="470" caption="pemanfaatan lahan untuk berkebun- dokpri"]
[/caption]
Terlihat pada gambar paling awal papan plang terbuat dari seng sudah karatan bahkan cat pada tullisan "DILARANG MASUK DAERAH TERTUTUP" sudah lepas, kemudian pintu gerbang Bandara yang lengang, menyusul gambar di sepanjang pagar kawat semarak dengan spanduk, ada bagian pagar yang kawatnya terbuka.
Pada bagian lain sebuah bangunan yang dijadikan pusat terbang layang terlihat tak terurus, sekedar plang penanda kepemilikan Petamina sudah doyong atau tidak tegak, gambar selanjutnya terlihat pemanfaatan lahan di pinggir bandara untuk lapangan sepak bola, bahkan ada sebagian lahan yang sudah dicangkul seperti hendak ditanami.
Dua gambar terakhir adalah berjajar pesawat yang sedang diparkir, gambar paling bawah ada juga lahan bandara dijadikan tempat pemancingan umum.