Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Sepenggal Kisah

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14189354191081423737

[caption id="attachment_383889" align="aligncenter" width="609" caption="wisuda-dokpri"][/caption]

Sinar Pagi menyapa pori pori, lelaki muda dengan langkah bergegas menghampiri Halte. Jadwal rutin setiap awal hari, menuju gudang furniture tempat mengabdikan diri. Usia yang belum genap duapuluh bungsu pula, tak menjadi alibi untuk memanjakan badan. Saat teman sebaya hanya sibuk dengan diktat, Hanafi merangkum kampus dan tempat kerja menjadi satu. Keputusan yang tidak ringan memang, tetapi tak ada pilihan baginya. ketegasan harus dijalani, karena hidup terlalu membosankan apabila mendatar saja.

Kondisi ekonomi orang tua menjadi pangkal, perasaan sensitivenya malah membajakan semangat. Ayah pensiun guru ibu pedagang di pasar, cukup sudah beban mereka. Tak lagi dirusuhi bayar kost dan  sekolah. Toh enam anak  yang diurusi, sudah mengisi daftar panjang pengorbanan itu.

"Kamu kalau bayar uang kuliah, ngomong ya le" pesan ibu dan ayah

"Enggih Pak...Buk..saya pasti ngomong" balasnya sopan.

Percakapan di ambang senja, terus terngiang dibenak. Namun selalu ada yang aneh, setiap pulang  tenggorokan seperti disumbat.

"kapan kamu bayar sekolah" tanya ayah

"Belum, masih lama" Hanafi  meyakinkan

"seingatku sejak daftar kuliah, kamu belum minta duit lho" kening ibu mengkerut

"karena belum waktunya bayar buk" berusaha menyembunyikan gugup

Begitu terjadi setiap pulang kampung, tanggungan sekolah tetap  di atas pundak. Perasaan hampa yang menggelayuti, tak ada pilihan lain kecuali dihadapi. Ketika badan berselimut lelah, pernah membanding dengan saudara tua. Mereka kuliah saja kala seusianya, namun cepat dihapus racun itu diganti pikiran baru.

Meski sedarah tak sama jalan ditempuh, setiap orang membawa sendiri takdirnya. Masing masing diri akan mendapati hasil, dan menjumpa dengan nasibnya. Kerasnya kehidupan musti dijalani, mumpung darah muda mengalir deras. Masa akan segera berganti, peluh kan berubah menjadi indah nostalgi. Perjuangan hidup  sesungguhnya adalah pembuktian siapa yang lebih kuat menahan sabar. (salam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline