Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Nasib Tulisan

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14211411441531913541


[caption id="attachment_390528" align="aligncenter" width="502" caption="illustrasi (dokpri)"][/caption]


Bagi sebagian orang menulis sudah menjadi kebutuhan, layaknya makan dan minum sehari hari. Menulis bisa menjadi lahan berekspresi, meluapkan segala perasaan yang mengganjal di hati. Setiap detik tulisan lahir, baik di ranah media sosial, media massa, blog pribadi, ataumungkin di file yang tak dipublikasi. Semua menjadi bukti nyata, betapa benar manusia adalah mahkluk istimewa. Dari "segumpal" fenomena yang bersinggungan dengan manusia, kemudian lahir inspirasi yang diolah sedemikian apik menjadi sebuah tulisan.

Ribuan tulisan lahir dan bermunculan setiap detik, bak air yang terus mengalir menuju muara. Setiap penulis (baca K-ers) dijamin tak bakal menyamai sebuah tulisan, selalu saja sudut pandang setiap orang berbeda. Pun untuk sebuah masalah yang sama, tetap saja point of view didapati tak serupa.Setiap orang dihadirkan "khusus dan spesial", hanya satu satunya versi yang diciptakan Tuhan. Meskipun lahir selisih berapa detik kembar identik, pasti ada saja perbedaan barang sedikit. Entah seleranya, entah hobynya, entah garis tangannya, bagi yang kembar rupa sekalipun tetap menyimpan beda. Paling tidak suratan nasibnya, pasti tiada bisa menyamai.

Menulis di Kompasiana (atau dimedia mana saja) adalah peluang emas, aneka kesempatan bisa saja datang tanpa diundang. Tulisan dibaca K-ers berpengalaman, dikomentari praktisi berkompeten, bisa sharing dengan banyak kalangan dan latar belakang beragam. Ternyata bisa juga menghasilkan pundi pundi, melalui blog competion misalnya. Semua bisa saja terjadi dan dialami, tergantung seberapa kemauan diri mampu melejitkan kreasi. Saya pribadi pernah menerima sebuah inbox, terkait tawaran pekerjaan kepenulisan. Buncah di benak tentu bergeliat melambung, meyakini bahwa sekecil apapun tulisan tak lepas dari peluang dan apresiasi.

Setiap tulisan akan mengalir dan menjumpa nasibnya, begitu garis besar nasehat ulama (alm) Buya Hamka. Petuah ulama besar sekaligus sastrawan yang saya kagumi, pasti lahir dari perjalanan panjang pengalaman beliau. Siapa tak kenal novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah" atau "Tenggelamnya kapal Van der Wijk". Dua novel laris yang menurut hemat saya berjumpa nasib baik, setiap membaca novel ini seperti ada ruh yang hadir. Meski dibaca berulang, tetap saja ketakjuban memenuhi benak.

Maka untuk menjumpa nasib baik sebuah tulisan, tentu tulisan (harus) berisi materi yang baik. Layaknya seorang dengan pekerjaan, apabila ingin menghasilkan lebih harus menguasai lebih. Seorang tukang masak biasa dan seorang master chief pasti "harga"nya beda, padahal pekerjaannya sama memasak. Seorang pandai besi dengan seorang empu (pembuat keris), mendapat hayaran beda meskipun pekerjaannya sama menyepuh logam. Menguasai lebih terhadap sebuah pekerjaan, ternyata kunci yang mampu mebedakan. Ibarat sebuah ceret, akan menuangkan sesuai isinya. Ceret yang berisi kopi, ya kopi yang keluar, pun kalau diisi air kotor, tentu yang keluar juga air kotor.

Tak mungkin bagi pemalas akan bernasib baik, tak mungkin bagi yang tak mau berkembang mendapati perubahan menggembirakan. Mustahil orang yang enggan berlelah berproses, akan menjadi pribadi yang mumpuni. Semua hasil akhir pekerjaan, berbanding sejajar dengan kemampuan berbanding segaris dengan prosesnya.

*******

Semua orang bisa  menulis, setiap orang bisa menjadi penulis. Namun setiap tulisandilahirkan dengan berbeda latar belakang. Sehingga "nasib"tulisan akan berbeda juga. Tulisan tentang sebuah kasus yang sama, beda hasilnya dari orang yang mengalami atau hanya mendengar saja. Dijamin akan lebih "menggigit" hasil  orang yang mengalami, aura dan ruhnya pasti lebih mengena.

Untuk menghasilkan sebuah tulisan baik, seharusnya penulis "lebih banyak membaca" segenap fenomena. Membaca peristiwa yang terjadi keseharian, banyak membaca buku sebagai referensi. Seorang penulis semestiya menyediakan diri, menampung segenap ketidaktahuan. Haus akan ilmu apapun terkait tulisannya, agar menghasilkan karya  bernas.

Oleh oleh dari membaca adalah pemahaman baru, kemengertian baru, menjadi pribadi yang baru. Orang yang lahir menjadi "pribadi baru", semestinya menjadi lebih arif, bijak, berpikir jernih, dan melihat sebuah masalah dari sudut pandang berbeda. Mampu menghargai pendapat orang lain, mampu menempatkan diri, tak cepat mengambil kesimpulan. Semua dicerna dan dipikirkan dengan matang, berpikir lebih untuk jangka panjang.

Semestinya setiap penulis, (menurut saya) pasti mengingini nasib baik tulisannya. Agar bisa bernasib baik, mustilah "berbeda" dan memiliki nilai lebih.Akan jelas beda "penampilan" sebuah tulisan, yang ditorehkan dengan hati, dengan perasaan, dengan segenap pengetahuan.

Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti nasibnya, saya yakin setiap penulis ingin tulisannya bernasib baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline