Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

"Dari - Hati - Banget" Musik Rega #Kompasiana Ngulik

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142432131870988051


[caption id="attachment_397975" align="aligncenter" width="593" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Perjalanan musik di Tanah air sejauh bisa ditilik, mengalami pasang surut layaknya hukum alam. Sebagai masyarakat awam penikmat musik, saya berasal dari generasi 80-an. Turut merasakan perubahan atmosfir, khususnya musik di tanah air tercinta . Ketika era pita kaset dalam masa keemasan, ibaratnya industri musik berada di puncak. Kini setelah tiga dasawarsa berlalu, masih saja enak mampir di gendang telinga.

Lagu "Satu satu" atau "Yang Terlupakan" dari Iwan Fals, "Cinta Sebening Embun" karya Ebiet G.Ade. Duet maut Fariz RM dan Neno Warisman, dalam "Nada kasih" yang direkam ulang penyanyi lain. Lagu Jawara bahkan sampai tingkat internasional, "Burung Camar" milik Vina Panduwinata. Selain beberapa judul yang saya sebutkan, masih berderet judul lain masuk kategori lagu abadi. Semua pencapaian tertoreh tinta emas sejarah, sekaligus bukti bahwa talenta musisi Indonesia luar biasa. Bagi masyarakat pecinta musik saat itu, bisa membeli dan mengoleksi kaset penyanyi favorit. Bahkan ketika masa kecil di kampung, di pasar ada yang menjual buku kecil berisi lirik lagu lagu indonesia.

Seiring perkembangan jaman dan tehnologi, semua berubah dengan sangat cepat. Sebuah perusahaan rekaman ternama bangkrut dan tutup, kalah dengan gempuran dan tuntutan jaman. Toko kaset yang menjadi rujukan saat membeli lagu baru, berada di daerah Mahakam Jakarta Selatan tak lagi beroperasi. Tak ada jalan lain kecuali berinovasi, dan menyesuaikan perkembangan jaman. Kini produk berupa karya cipta lagu, dengan mudah bisa didownload. CD bajakan nyerobot keluar lebih dulu, bahkan sebelum lagu dilempar ke pasaran. Kondisi memprihatinkan ibarat sebuah gelas dengan separuh air, tergantung siapa melihat dan berpendapat. Bisa dianggap setengah kosong atau setengah isi, masing masing pendapat tak bisa dipaksakan.

******

[caption id="attachment_397978" align="aligncenter" width="499" caption="Rega dan Moderator nadia F (dokpri)"]

14243215441999878690

[/caption]

Setiap manusia dianugrahi kemampuan berkreasi, memiliki daya kreatifitas dan imaginasi tinggi. Tak selayaknya putus harap, yakin setiap keadaan tersedia solusi. Kekompakkan perusahaan rekaman tak surut, demi mewujudkan angan kejayaan musik dan musisi di tanah air.

Dengan payung Meet The Label, terdapat ratusan perusahaan rekaman dirangkul. Mengadakan acara Top 10 LA Light Meet The Labels, di Pulau Dewata demi menjaring potensi emas anak negeri. Ajang ini memberi peluang pada musisi pemula berbakat, untuk bisa menyeruak dalam kompetisi sehat. Mekanisme cukup simple peserta mengupload karya, atau mendaftar secara offline di tempat yang ditentukan. Kemudian memakai sistem vote, mengumpulkan nilai dari pihak labels dan publik. Peserta dengan hits tertinggi masuk ke top 150 disaring lagi top 50, mendapatkan wildcard dari 9 kota regional. Hasil seleksi top 50 menuju ke final audisi, tampil di hadapan pihak label.

Rega adalah jebolan dari kompetisi benjenjang, dan melalui proses panjang itu. REGA awalnya adalah nama sebuah band, dibentuk Ghia Poetra sang vokalis. Setelah sang vokalis saja yang dilirik pihak label, Ghia Poetra menjelma solois tetap mempertahankan nama Rega.

Saya beruntung dapat menyaksikan secara live, penampilan Rega saat acara Kompasiana Ngulik. Sebagai pendatang baru cukup memiliki modal, yaitu warna suara khas dan good looking.Bahkan tak seperti penyanyi kebanyakan, Rega memiliki kemampuan mencipta lagu. Perihal kegemaran menulis lirik, dimulai saat duduk di bangku SMA. Inspirasi mencipta bisa datang saat jatuh cinta, pun saat sedang sakit hati atau galau. Hal ini dibuktikan dihadapan kompasianers yang hadir, saat Nadia Fatira selaku moderator menantang. Seorang kompasianer Mbak Mutia membuat empat baris puisi, Rega memasukkan melodi di dalamnya.

"Mengapa kau masih bermain ilalang. Padahal taman bunga itu ada di hatimu. Angan-anganmu telah tersesat. Pada masa gelap yang panjang".

Tak sampai dua tiga menit tantangan dijawab, puisi menjelma menjadi lirik lagu yang indah. Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan, ketika usai mengalun nada berkesan. Rega biasa mencipta lagu kapan saja, Power of kepepet ternyata juga berlaku. Tak ubahnya seorang penulis, pencipta lagu juga memiliki waktu Deadline. Khusus lagu Takkan Lagi diciptakan Rega, mengangkat tema tentang patah hati. Lagu ini pula yang menjadi andalan, dan diinyanyikan di hadapan Kompasianers. Syairnya yang dipilih meyentuh, dan alunan musik easy listening. Semoga bisa diterima penikmat musik, dan memperkaya kahasanah musik indonesia.

Dalam bermusik Rega memiliki penyanyi favorit, yaitu Brian Knight dan stevie Wonder. Namun Rega sendiri mengakui, menyukai hampir semua penyanyi tanah air. Lagu "Takkan Lagi terinspirasi dari sebuah lagu, milik group band Dewa berjudul Risalah hati.

****

[caption id="attachment_397979" align="aligncenter" width="590" caption="Mas Ayi dari Alpha Record (dokpri)"]

14243217971881787191

[/caption]

Mas Ayi dari Alpha Record juga hadir, tampil pada saat sesi tanya jawab. Pemilihan Rega tentu melalui pertimbangan, paling basic memiliki warna vokal khas. Penampilan juga enak dilihat, tak kalah penting memiliki aura bintang. Seorang kompasianer yang hadir meyatakan, karakter suara Rega mirip Afghan. Mas Ayi semula mengira mirip Cakra Khan, namun akhirnya memang diakui ada kemiripan dengan Afghan.

Mas Ayi mengungkapkan posisi musik Indonesia, untuk region Asia Tenggara menempati level tertinggi. Bahkan tetangga kita negri Jiran yang serumpun cukup ketar ketir, membatasi pemutaran musik musik Indonesia. Saya pernah di pasar seni Kuala lumpur (seperti PRJ), sepanjang berada di lokasi tak henti lagu indonesia bergema. Mulai dari lagu group vokal Project Pop, Rossa, Nidji, BCL dan banyak lagu Indonesia yang lain. Bahkan saat saya mampir di restaurant cepat saji, lagu dari group band Ungu diputar selama saya makan.

Musik menjadi instrumen tak bisa dilepaskan, dalam keseharian manusia perlu musik. Betapa hidup akan kering dan sepi, tanpa hiburan baik di kala sedih dan senang. Tak ada alasan bagi kita tidak mensupport, musisi dan penyanyi dalam Negri. Menghargai jerih payah mereka, dengan membali CD original atau download secara legal. Peran serta sekecil apapun, tentu akan memberi kontribusi yang positif. Apalagi kalau ditularkan kepada sahabat, tetangga, teman kantor dan terus berkelanjutan.

[caption id="attachment_397982" align="aligncenter" width="471" caption="Penampilan Rega (dokpri)"]

1424322119811646914

[/caption]

Kelahiran Rega di blantika musik, membawa angin segar. Selain mengisi minimya stock solois pria, juga memberi warna baru bagi musik Indonesia. Sebarapa tangguh Rega bertahan, kita yang wajib mengapresiasi karyanya. Musik Indonesia memerlukan musisi bertalenta, menurut saya Rega salah satunya.

Kalau saya mendengar lagu tahun 70 atau 80-an, masih enak didengar bahkan generasi sekarang menghapalnya. Siapa tahu lagu Takkan Lagi mengikuti jejak, kelak sepuluh atau duapuluh tahun lagi tetap enak didengar.

Moderator Nadia Fatira minta menyebutkan tiga kata, untuk menggambarkan karya musik Rega. Solosi muda yang sedang tugas akhir di kampusnya, berpikir sejenak kemudian berucap. "Dari - Hati - Banget", saya pribadi mengamini tiga kata itu. Sehari sebelum acara K Ngulik, sengaja mendengar berulang ulang. Sambil merem merasakan kekuatan lagu ini, suasana melow dan patah hati saya tangkap.



Selamat datang Rega di dunia musik, terus berkarya terbaik yang kamu bisa. Jalan panjang terbentang didepanmu, isilah dengan paduan nada dan lirik bertenaga. Agar menjadi monumental suatu saat nanti, dan mengukir namamu menjadi satu diantara penyanyi berkarakter. (salam)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline