[caption id="attachment_400224" align="aligncenter" width="486" caption="One Room di Kompasiana Ngulik (dokpri)"][/caption]
Musik sebagai produk seni tak bisa berdiri sendiri,juga menjadi bagian dari sebuah industri. Penyanyi solois, group band atau musisi seperti mengalami dualisme, antara mengedepankan idealisme atau mengikuti selera pasar. Dari sudut pandang filsafat Higelian, tesis- antitesis- sintesis,idealisme dan komersialisasi adalah dua wajah yang bertolak belakang. keduanya bagaikan minyak dan air, tidak bisa menjadi suatu sintesa.
Semua hanya masalah pilihan, satu diantara dua apakah idealisme ataukah komersil. Setiap pilihan membawa dampak sendiri, bagi pelakunya bagi pemilihnya. Apabila sebuah karya (baca musik) diciptakan karena aspek komersil, maka penciptaannya wajib mengikuti demand atau permintaan pasar. Pun sebaliknya bila mengikuti ego atau idealisme, menggunakan parameter personal dalam berkarya.Perjalanan waktu yang akhirnya membuktikan, seorang penyanyi mampu bertahan atau justru tenggelam.
Kenyataan membuktikan beberapa penyanyi cukup bijak, mengkolaborasi antara idealisme dan kepentingan komersil. Ketangguhan semacam ini yang menumbuhkan karakter, seorang musisi (solois atau band) mampu bertahan dan lagunya diterima masyarakat. Sebut penyanyi legendaris Iwan Fals, lagu idealisnya selain diterima penikmat musik juga sukses dari sisi komersil. Bahkan beberapa judul seperti "Bento" dan "Bongkar" mengabadi, lirik dan lagunya dihapal sampai generasi masa kini. Berderet nama musisi lainnya masih ada, bisa menjadi contoh sekalgus teladan bagi musisi baru.
*****
"One Room" sebuah kelompok band baru mencoba hadir, meramaikan kancah blantika musik di tanah air. Sebelum terbentuk sudah terbiasa mencipta lagu, maka tak heran stock 20 lagu dikantongi ketika masuk ke label. Satu lagu "Pergilah" akhirnya dilempar menjadi single, untuk memperkenalkan diri kepada pecinta musik di tanah air. Memasuki dunia rekaman perlu perjuangan ekstra keras dan panjang, melalui seleksi super ketat lewat ajang yang digelar Meet the Labels.
[caption id="attachment_400225" align="aligncenter" width="442" caption="Mc Citra dan Nadia.F sebagai Mderator dalam acara Kompasiana Ngulik (dokpri)"]
[/caption]
[caption id="attachment_400226" align="aligncenter" width="472" caption="One Room dalam wawancara bersama Nadia.F (dokpri)"]
[/caption]
Pada titik ini mulai terjadi tarik ulur, antara idealisme bermusik dan demi kepentingan pasar. Sebuah group band dengan 5 personel, masing masing personel memiliki kemauan (baca ego). Pasti menjadi sebuah upaya tak mudah untuk menyelaraskan, agar sebuah karya musik (baca lagu) bisa dihasilkan dengan baik. Belum lagi ketika karya siap dipasarkan, memerlukan penyesuaian lagi agar bisa dinikmati dan siterima banyak pasang telinga. One Room terdiri dari lima personel. Firdaus (drum), Leo (bass) Aden (gitar), Ulil (vokal) dan Reza (Gitar), sedang memulai menempuh perjalanan bermusik. Bagaimana setiap personel menjunjung sikap bertoleransi, dan bagaimana sebagai sebuah group beradaptasi dengan pasar musik, waktulah yang akhirnya akan menjawab.
"One Room belajar banyak dari para musisi senior, dan mau mendengar masukkan dari pihak label" ujar gitaris Reza saat acara Kompasiana Ngulik.
Satu strategi yang digunakan membuat base camp dan komunitas, hal ini menjadi amunisi agar spirit bermusik tetap terjaga. Secara berkala membuat event bermusik, bersama group band lain. Langkah melibatkan band lain awalnya cukup merepotkan, namun setelah event berjalan banyak group band mendaftar.
[caption id="attachment_400228" align="aligncenter" width="482" caption="Pemutaran Video Clip"]
[/caption]
"kalau ada band yang banyak penggemar, tampil paling ujung" kisah Reza "agar band yang baru juga disaksikan penonton"
Sementara keberadaan komunitas tak bisa dipandang sebelah mata, karena merekalah yang mensupport sekaligus mengapresiasi sebuah karya. Kedekatan band dengan komunitas atau fans, akan menumbuhkan loyalitas. Sebelum lagu diproduksi diperdengarkan kepada komunitas, kemudian akan didapati reaksinya. Agar sebuah karya dinilai obyektif, perluopini dari pendengar terutama yang belum kenal. Biasanya kalau yang menilai sudah kenal, ada rasa sungkan untuk bicara jujur atau memberi masukan..
"Ini ada lagu baru punya teman, tolong didengarkan" lanjut Reza menyiasati, padahal lagu yang diputar milik sendiri.
One Room banyak melakukan kegiatan Off Air, event seperti ini efektif guna mempromosikan lagu. Kegiatan di panggung justru mendewasakan diri dalam bermusik, karena diharuskan beraksi secara live.
[caption id="attachment_400227" align="aligncenter" width="486" caption="Kompasianers dalam acara Kompasiana Ngulik (dokpri)"]
[/caption]
Tak ketinggalan menggandeng media, karena kekuatan media tak perlu disangsikan lagi. Satu artikel yang dimuat media, dampaknya cukup signifikan untuk memperkenalkan lagu atau nama sebuah band. Upaya menggelar acara Kompasiana Ngulik, adalah wujud label dan One Room mengajak serta blogger untuk woro woro melalui media.
Angga dari seven musik juga hadir di acara, menekankan upaya mengkomersilkan lagu bisa melalui banyak cara. Misalnya mengemas melalui image setiap personel, atau memperkuat kualitas lagu. Semua treatment bisa saja diaplikasikan, karena setiap strategi membawa hasil masing masing. Tapi kalau sudah diuji coba ternyata dampaknya tidak signifikan, berarti ada teratment yang musti dievaluasi.
Ada yang memasang personel rupawan (biasanya vokalis), demi menaikkan popularitas dengan cepat. Namun ada juga yang berjibaku pada kualitas bermusik, sehingga band terkenal karena lagu lagunya. Tak jarang juga melalui sensasi berita, justru menjadi artis yang kerap hadir di infotainment. Semua strategi dilakukan, ujung ujungnya agar bisa komersil.
Dalam industri apapun kesuksesan biasanya diukur dengan komersil, yang menghasilkan profit berlebih itulah sukses. Namun kalau bicara masalah kualitas sifatnya relatif, lagu yang terdengar biasa saja justru berhasil dari sisi penjualan. Tak jarang lagu dengan aransemen bagus, justru jeblok di pasaran.Pada titik ini seperti gagal mendapati kesepakatan, definisi sukses yang bisa berlaku pada semua orang. Setiap orang dengan tingkat pengetahuan di kepalanya, akan menginterpretasikan kualitas dari sudut pandangnya sendiri.
"Sukses adalah proses, untuk sampai pada titik sekarang dan meneruskan pada titik berikutnya" ujar Reza gitaris One Room
Pendapat motivator Mario Teguh, sukses adalah akibat dari serangkaian upaya yang dilakukan. Kalau sudah berupaya masih belum sukses, berarti saatnya melebihkanupaya.
Beberpa waktu terakhir geligat penjualan lewat RBT terjadi, hal ini tentu membawa angin segar bagi label. Sekaligus sebagai sarana untuk melawan maraknya pembajakkan, biaya sebuah Ring Back Tone (RBT) sebuah lagu biasanya lebih murah, dibandingkan membeli sebuah kepingan CD bajakan.
"Agar lagu dikenal kami menggandeng media Radio" lanjut Angga dari seven musik " Single Pergilah, sempat masuk chatt di Radio wilayah Indonesia Timur"
Pencapaian atau yang sudah dilakukan, akan dibawa oleh seven musik sebagai recording company. Mengajak pihak operator dari provider, mengemas kerjasama dalam penjualan RBT.Selain itu memanfaatkan media sosial, Facebook, Twitter, Youtube, sebagai upaya mendongkrak penjualan.
Pengangkatan musisi dan pengusaha Triawan Munaf, sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif dipandang positif pelaku di industri musik. Keberadaan lembaga yang setingkat mentri, dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Januari 2015. Badan Ekonomi kreatif adalah lembaga baru, dulunya berada di bawah Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Keratif.
Reza One Room berharap besar, Triawan Munaf akan membawa perubahan yang siginifikan. Industri Ekonomi kreatif dalam hal ini musik indonesia, mampu berjaya dan menyejahterakan pelakunya.
*****
[caption id="attachment_400231" align="aligncenter" width="474" caption="Foto Bersama, mas Isjet (kiri), mas Angga (no 2 dari kiri) dan One Room (Firdaus, Reza, Ulil, Leo, Aden)- dokpri"]
[/caption]
Ukuran keberhasilan musik yang semata dari sisi komersil, tak ubahnya dengan perusahaan bisnis yang murni profit oriented. Musik sebagai sarana menyampaikan gagasan atau idealisme musisi, tak bisa sepenuhnya dikesampingkan. Kembali seperti diungkap pada awal artikel, mengkombinasi atau bundling menjadi strategi cantik. Agar terpenuhi kepentingan musisi meyampaikan idealismenya, pun terpenuhi juga dari sisi komersialnya. Karena tak bisa dipungkiri demi keberlangsungan berkarya, sebuah produk musikmusti mengandung unsur profit di dalamnya.
Setiap industri terus berkembang termasuk musik, memunculkan nama baru menggeser yang lama. Kreatifitas adalah kunci agar tetap bertahan, atau memiliki ciri khas dan karakter dalam sebuah karya. Management dalam berkarya tak kalah penting, memanfaatkan celah yang belum dilirik penyanyi lain.Ada group band spesialisasi mengusung tema lagu patriotik, ada yang mengedepankan lagu melow sebagai andalan. Ada juga group Band yang membentuk diri dengan kostum khas, agar dirinya terindentifikasi lebih spesifik. Semua syah syah saja selama diterima penikmat musik, urusan bertahan lama atau hanya lewat itu masalah lain.
One Room musti menggali semua potensi, agar bisa menjejakkan kaki di blantika musik. Persaingan dengan band lain atau band baru yang bermunculan, justru akan melahirkan kesungguhan dalam berkarya. Peran serta masyarakat juga sangat penting, menghargai jerih payah musisi dengan membeli lagu dengan cara legal.
- Komersialisasi penting, tapi jangan lupa idealisme ! -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H