TERM OF REFERENCE (TOR)
PRESS RELEASE
"PELUNCURAN LAPORAN HASIL INVESTIGASI LOKATARU TERKAIT NASIB KARYAWAN PT FREEPORT INDONESIA"
Latar Belakang
Kebijakan efisiensi strategis yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan mengeluarkan kebijakan Furlough tanggal 26 Februari 2017 dengan mengurangi jumlah tenaga kerja baik kontraktor, privatisasi maupun Karyawan PTFI dijalankan tanpa ada kriteria yang jelas serta tidak adanya pemberitahuan atau perundingan terlebih dahulu terhadap para karyawan maupun serikat agar mencapai kesepakatan diantara kedua belah pihak. Kebijakan yang dikeluarkan oleh PTFI tentunya membuat Karyawan PTFI melakukan upaya untuk perundingan yang diajukan Serikat Karyawan, PUK SPKEP SPSI untuk membahas Furlough.
Namun terkait dengan permintaan -- permintaan perundingan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, PTFI menolak ajakan perundingan dengan dalih "keputusan untuk membebaskan Karyawan dalam bentuk menjalani cuti ke tempat asal disertai dengan pembebasan kewajiban kerja adalah salah satu upaya mengurangi kegiatan operasional yang dilakukan sebagai tahapan berikutnya dari upaya efisiensi".
Akibat tidak ditanggapi permintaan perundingan yang diajukan Serikat Karyawan, PUK SPKEP SPSI mengirimkan surat terhadap perusahaan tertanggal 20 April 2017 untuk memberitahukan rencana mogok kerja yang akan dilaksanakan pada 1 -- 22 Mei 2017. Respon Manajemen PTFI atas pemogokan tersebut juga sangat disayangkan, karena menganggap mogok tidak sah dengan dalih tidak pernah terjadi perundingan diantara perusahaan dengan serikat kerja. Selama melakukan mogok kerja, Karyawan PTFI mengalami beberapa tindakan kekerasan baik fisik maupun psikis.
Manajemen PTFI melalui camp office dan security melakukan tindakan kekerasan dengan mengeluarkan barang secara paksa dari barak karyawan. Kemudian pada saat aksi spontanitas karyawan yang melakukan mogok kerja yang setidaknya diikuti 2.000 karyawan di lokasi Check Point (CP) mereka diminta untuk membubarkan diri dengan cara-cara yang tidak manusiawi. penggunaan alat water canon dan gas air mata sertan rotan dan tangan kosong aparat gabungan digunakan untuk membubarkan karyawan yang sedang beraksi dan beribadah. Akibat dari aksi tersebut, setidaknya terdapat 19 orang yang ditangkap dan beberapa diantaranya masih dalam proses penahanan.
Sudah hampir 10 bulan Karyawan PTFI nasib mereka berada di 'persimpang jalan' akibat kebijakan Furlough PTFI. Tentunya untuk dapat bertahan hidup para Karyawan harus mencari berbagai cara untuk tetap menyambung hidup mereka dan keluarganya. Selama menjalani proses mogok, banyak peserta mogok kerja bertahan dengan bekerja 'serabutan'.
Beberapa terlibat dalam proyek infrastruktur sebagai buruh bangunan lapas, sebagian menjalani menjadi tukang ojek, berdagang kecil-kecilan, dan menjalani Karyawanan informal lainnya. Saat ini, hampir disemua pangkalan ojek di kota Timika dapat ditemui Karyawan PTFI yang terlibat dalam pemogokan.
Selain harus mencari berbagai cara untuk membuat asap dapur tetap mengepul, Karyawan PTFI yang melakukan mogok kerja harus menerima kenyataan dinononaktifkan status kepesertaan BPJS Kesehatannya. Penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan telah berdampak serius pada kondisi kesehatan Karyawan karena mereka tidak mampu melakukan pembayaran sendiri untuk pemeliharaan kesehatan yang berkelanjutan.