Lihat ke Halaman Asli

Julia oh Julia

Diperbarui: 28 Mei 2021   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pipiku terlihat merona dengan eye shadow ini. Bulu mataku melekung begitu lentiknya, bibirku yang merah hingga tubuh bak lekukan gitar Spayol. Ini semua terlalu sempurna untuk seorang perempuan," gumammu. 

Bagaimana bisa kau menghibur dirimu dengan pikiran-pikiran itu. Kau bahkan lupa dengan kerutan di wajahmu, kalau saja bukan karena bedak padat yang menempel, kerutan itu akan terlihat jelas. Bibirmu kian pecah-pecah akibat kurang vitamin C dengan paksa kau gosokkan cat bibir berwarna merah gelap untuk menutupinya. Tubuhmu molek dan melekuk bak gitar Spanyol, itu memang benar, tapi apakah kau tahan dengan kemben yang melilit pada perutmu yang buncit? Kau mulai sesak napas, lalu suaramu cempreng akibat diafragmamu terjepit. Kau bilang kau akan bertahan dengan itu semua demi Julia.

Julia yang manis, bertumbuhlah dengan baik agar tidak seperti ayahmu.

Sebelum kau pergi, kau singgah ke kamar Julia. Kau mengelus rambutnya, mengecup keningnya saat ia tidur lelap.

"Ayah berangkat  kerja dulu ya. Ayah sayang Julia,"  kau berbisik. Begitulah caramu berpamitan pada Julia -- anak semata wayangmu.

Kau memilih bekerja di malam hari bukan semata-mata karena pelanggan lebih ramai, tapi karena kau harus menunggu Julia tidur. Kau takut ia akan marah dengan penampilanmu malam itu, begitu  mirip dengan almarhum ibunya. Kau takut ia akan merasa malu dengan ayahnya yang selalu menjadi feminim saat malam tiba.

Ketika sampai di halte kecil dekat pertigaan jalan yang tidak usah kusebutkan namanya, kau memulai aksimu dengan menaikkan rok mini yang senada dengan warna bibirmu. Kau  duduk sungguh anggun. Sengaja kau lipatkan kakimu supaya pangkal pahamu terlihat jelas. Untung saja kau pakai stocking tebal berwarna kulit untuk menutupi  bulu-bulu  keriting yang tumbuh disekitar paha dan betismu.

Tak lama kemudian, sebuah mobil sedan berhenti di halte tempat kau parkir. Kau menggigit-gigit bibir bawahmu. Kau kerdip-kerdipkan matamu belagak perempuan  seksi nan manja.

"Hai Mas...makin cakep aja," kau merayunya.

Kemudian kau kesal karena pria hidung belang itu menutup kaca mobilnya dan pergi. Dia berhenti tepat di depan perempuan yang mungkin lebih muda dan seksi darimu.

Hidup ini adalah kompetisi. Hanya mereka yang memiliki banyak kelebihanlah yang menang atau mereka yang pandai "menjilat". Jelas sekali kau kalah saing dengannya. Saat itu, kau mengutuki perempuan muda dan seksi itu. Kemudian, kau sempatkan berdoa agar Tuhan mendatangkan seorang pelanggan padamu. Sungguh caramu itu benar-benar  keterlaluan. Aku iklas tidak setuju

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline