Tumpang tindih pemanfaatan lahan kerap menjadi polemik yang tidak kunjung usai dalam bilik perencanaan tata ruang diberbagai kawasan Indonesia.
Beberapa persoalan yang muncul akibat tumpang tindih informasi memunculkan konflik agraria, terutama di wilayah perbatasan akibat sengketa tanah dan pembangunan tata ruang dan wilayah yang tidak sesuai pun tidak dapat dihindari.
Konflik agraria di Indonesia hingga 2 Mei 2018 sejumlah 334 kasus dengan luasan total 233.000 ha tercatat oleh Kantor Staf Presiden.
Berdasarkan investigasi lebih jauh, diketahui bahwa akar dari persoalan tersebut adalah aplikasi standar dan format peta yang tidak seragam oleh stakeholders (Kementerian/Lembaga, Pemerintah dan Swasta, Mitra Pembangungan/LSM) dalam melaksanakan berbagai kegiatan terkait.
Kebijkan satu peta atau One Map Policy yang terkompilasi, terintegrasi dan tersinkronisasi secara transparan, akurat dan akuntabel dicetuskan sebagai acuan bersama dalam upaya mengatasi penguasaan lahan dan tata ruang yang kurang tepat di Indonesia.
Kebijakan satu peta diterbitkan pertama kali saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rapat Kabinet 23 Desember 2010 yang dilatar belakangi oleh perbedaan peta referensi (format dan standar) tutupan lahan milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan.
Program tersebut dilanjutkan oleh pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla pada tahun 2016 dan terdaftar dalam salah satu agenda prioritas Nawa Cita. Sejak 2016 - 2018, Badan Informasi Geospasial dan berbagai kementrian terkait memiliki total target IGT (Informasi Geospasial Tematik) di 34 provinsi berjumlah 560 peta dan saat ini 90% peta tematik telah terintegrasi.
Pentingnya implementasi One Map One Policy mendukung turunnya mandat Peraturan Presiden No.9 Tahun 2016 yang berisi percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Kebijakan One Map One Policy mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data dan diluncurkan dalam satu GeoPortal yang dapat diakses secara terbuka oleh seluruh kalangan terkait.
Apa saja Manfaat Geoportal dan Kebijakan One Policy?
Pada tahun 2018, kebijakan One Map Policy menghasilkan 85 peta tematik yang terintegrasi dari 34 Provinsi di Indonesia yang dapat diakses secara terbuka melalui Geoportal (http://portal.ina-sdi.or.id) dimana peta referensi tersebut terbagi dalam berbagai simpul jaringan.
Jokowi menyampaikan dalam pidatonya bahwa One Map Policy Geoportal memiliki tujuan utama untuk mengurangi tumpang tindih informasi yang menyebabkan berbagai persoalan tata guna lahan di Indonesia.
Adapun berbagai manfaat dari One Map Policy adalah sebagai berikut:
1. Membantu percepatan pelaksanaan pembangunan nasional melalui penggunaan peta referensi dengan standar dan format yang sama dan dapat diakses melalui secara satu pintu melalui Geoportal
2. Efisiensi dan peningkatan kepastian perolehan izin serta status lahan bagi Investor terutama dalam sektor pertambangan, perkebunan dan infrastruktur melalui implementasi sistem OSS (online single session)
3. Kebijakan dan pembangunan ekonomi serta infrastruktur semakin merata dan tepat sasaran sesuai dengan tata ruang yang sesuai
4. Penyediaan lahan guna membangun Proyek Strategis Nasional tersedia dengan lebih mudah
5. Sarana meningkatkan kualitas rencana tata ruang nasional serta meredam konflik tumpang tindih informasi yang telah terjadi dan mencegah konflik pemanfaatan ruang dan konflik agraria kedepannya.
6. Memberikan satu standarisasi yang sama dan transparan dalam mengukur lahan, area pembangunan dan pembangunan tata ruang wilayah
7. Memantau dan mencegah eksploitasi sumber daya alam seperti hasil perkebunan, pertambangan, sumber daya lahan, hutan hujan tropis secara transparan sehingga pemanfaatan lahan semakin optimal dan terintegrasi
8. Aspek perencanaan, pemanfaatan ruang nasional serta pengambilan keputusan tata ruang wilayah dapat lebih efektif dan efisien melalui peningkatan koordinasi lintas sektor dan lintas daerah