Apa saja dampak redenominasi rupiah sudah menjadi topik umum konsumsi media mengingat rencana pengurangan nilai pecahan mata uang Rupiah tanpa mengurangi nilainya ini sudah dilontarkan oleh Bank Indonesia pada awal Mei 2010 dan dikonfirmasikan oleh Gubernur BI saat itu Darmin Nasution, pada 31 Juli 2010.
Ingat jangan salah pemahaman, redenominasi berbeda dengan pemotongan mata uang / sanering (yang pernah jadi momok saat pemberlakuannya di tahun 1959 di zaman Soekarno). Redenominasi adalah usaha menyederhankan nilai mata uang sekaligus nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Sedangkan sanering yaitu pemangkasan / pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah karena biaya yang terlalu terkesan mahal.
Jadi misalkan jadi dilakukan Rp 1000 di redenominasi menjadi Rp 1. Harga mobil merek X yang tadinya Rp. 138.000.000 akan tetap bisa dibeli dengan nilai yang sama namun dengan nominal berbeda senilai Rp 138.000.
Paling tidak, ada tiga tahap pelaksanaan redenominasi Rp 1000 menjadi Rp 1:
· Tahap pertama, Bank Indonesia (BI) harus melakukan komunikasi dan publikasi atas pelaksanaan redenominasi. BI akan memanfaatkan berbagai media seperti radio, televisi, media cetak, internet, materi tercetak, video khusus, hingga layanan telepon bebas pulsa.
· Tahap kedua, akan ada pewajiban para pedagang mencantumkan dua harga yaitu yang lama dan yang baru. Langkah ini dilakukan pada enam bulan sebelum redenominasi sampai tiga tahun setelahnya. Ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat selama masa transisi.
· Tahap ketiga, pelaksanaan penuh. Rencananya pelaksanaan penuh akan mulai dilaksanakan mulai Januari 2014. Tahap ketiga dilakukan di awal tahun ditujukan agar mempermudah perusahaan maupun instansi mengingat periode Januari 2014 merupakan awal dari pembukuan periode baru.
Alasan Redenominasi Rupiah Melemahkan Urgensi Pelaksanaan
Walaupun terlihat ideal, sepertinya penulis tidak sepakat bahwa redenominasi rupiah menjadi prioritas ekonomi kita. Alasan-alasan pengusung redenominasi walaupun valid, tapi terkesan tidak urgent. Beberapa alasan yang ada di belakangnya juga tidak terlalu kuat untuk mendesak pelaksanaan redenominasi secepatnya:
1. Alasan bahwa Redenominasi Mempermudah Transaksi Perhitungan dan Kalkulasi
Menurut hemat penulis, sepertinya tidak akan ada peningkatan kemudahan yang cukup signifikan dengan pemberlakuan redenominasi. Lah kok? Dari sisi kemudahan akunting, sekarang ini perhitungan di berbagai perusahaan sudah menggunakan teknologi informasi / komputer yang membuat isu ‘tiga nol di belakang’ koma menjadi tidak relevan. Apalagi kalau Bank Indonesia harus repot repot concern terhadap entry data pencatatan transaksi pelaku usaha.
Lalu, apakah dengan redenominasi saat kita melakukan transaksi akan semakin mudah? Tidak juga kok. Sama saja. Saat membeli bakso seharga Rp 13,500 kita akan mengeluarkan uang pecahan cukup banyak (10 ribu, 2 ribu, 1 ribu, dan 500 logam), namun apakah dengan versi redenominasi akan berubah? Tidak. Rp 13,5 berarti anda akan mengeluarkan pecahan yang sama (10 rupiah, 2 rupiah, 1 rupiah, dan 50 sen).
2. Alasan bahwa Redenominasi Meningkatkan Harga Diri Bangsa karena Nominal Rupiah tidak lagi banyak Nol nya dibanding Mata Uang Asing
Ini alasan benar-benar mengada-ada, apalagi sebagai ekonom. Ekonom yang ada di Bank Indonesia maupun bank besar lainnya harusnya mengerti bahwa yang penting adalah VALUE bukan NOMINAL. Apakah tim Bank Indonesia dan kementerian keuangan sudah kehabisan akal untuk mengapresiasi nilai mata uang rupiah sehingga harus melakukan ilusi apreasiasi di depan masyarakat awam yang tidak mengerti?
Begini contohnya kalau Anda tidak mengerti:
Apakah ada gunanya bagi si Anto kalau harga 1 dollar menjadi Rp 10 dibandingkan Rp 10000? Tidak ada kalau itu hasil redenominasi. Toh gaji Anto sebelum redenominasi Rp 1000.000, setelah redenominasi jadi Rp. 1000. Dengan demikian mau ada redenominasi atau pun tidak tetap saja dollar yang Anto dapatkan hanya 100 dollar!
Kalau memang Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan punya itikad baik untuk menaikkan harga diri bangsa, mari buat apresiasi nilai mata uang yang riil dan bukan ilusi dengan sekedar bermain angka nominal. Buatlah angka kurs kita minimal stabil dan tidak fluktuatif sehingga tidak merugikan proyeksi para pengusaha!
Dampak Redenominasi Rupiah ke Depannya
Jangan main-main dengan kebijakan. Redenominasi rupiah bukan berarti tidak memiliki dampak negatif dengan potensi kekacauan kalau tidak diurus dengan baik. Paling tidak, sejauh ini ada 5 negara yang pernah gagal melaksanakan redenominasi mata uangnya: Rusia, Argentina, Brasil, Zimbabwe, dan Korea Utara. Brazil dan Zimbabwe kala itu gagal akibat anggaran pemerintahan yang terlalu besar dan ekspansif. Sedangkan Rusia, Argentina, Zimbabwe, serta Korea Utara yang gagal menerapkan redenominasi ini disebabkan karena stok uang baru tidak tersedia saat warna negaranya ingin menukarkan uang, kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat tentang redenominasi, serta perekonomian tidak stabil.
Bagaiman kasus Indonesia? Apa saja dampak negatif yang potensial yang mana harus diantisipasi pemerintah kalau tetap nekat buru buru melakukan redenominasi?
1.Kepanikan di Masyarakat. Terlalu buru-burunya pemerintah melakukan redenominasi akan menyebabkan kurangnya waktu sosialisasi. Terutama untuk masyarakat di luar kota besar yang kurang terjangkau media massa dan instansi keuangan, mereka mungkin saja panik karena menyangka bahwa nilai uang mereka dipotong. Kepanikan tersebut bisa menyebabkan masyarakat mengkonversi uang yang ada di tangan menjadi barang-barang kebutuhan. Permintaan barang menjadi tinggi. Ujungnya, redenominasi justru menjadi biang inflasi meroket.
2.Kekacauan dan High Cost Adjustment di Pengusaha. Jangan salah, dengan adanya redenominasi yang buru-buru berarti pengusaha juga hanya punya waktu yang sedikit untuk beradaptasi. Jangan dipikir gampang. Paling tidak sistem pencatatan yang terkomputerisasi harus dirubah ke nominal baru dulu, kemudian berbagai pembukuan yang sudah ada harus pula disesuaikan, belum juga penyesuaian dengan menu cost yang sudah ada. Bayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan pengusaha untuk menghitung ulang penetapan harga mereka dan merubah menu cost yang sudah ada?! Misalkan McDonald’s di Indonesia, tentu mereka harus merubah sistem harga yang tertera di komputer mereka, lalu merubah penetapan harga (terutama harga yang memiliki pecahan panjang misalkan Rp 9,909, berarti kan harus diputuskan apakah akan menjadi Rp 9,90 atau Rp 9,91), kemudian juga harus merubah papan harga yang ada di tiap gerai.
3.Membesarnya Potensi Inflasi di Masa Depan secara Teknis. Karena mau gagah-gagahan justru potensi inflasi makin besar. Karena sebelumnya gerakan inflasi bisa bergerak hingga di desimal terakhir. Misalkan harga bisa terekam naik di Rp 1100 menjadi Rp 1156. Namun kalau sudah di redenominasi, angka digit paling akhir tidak akan terekam lagi. Harga yang tadinya Rp 1,10 akan menjadi Rp 1,16.
4.Membesarnya Potensi Inflasi di Masa Depan secara Psikologis. Terlalu terbiasa memegang uang dengan 3 digit nol, membuat masyarakat pasca redenominasi akan ‘menganggap remeh’ uang bernilai se-rupiahan. Hipotesisnya, pedagang akan relatif lebih mudah menaikkan harga, misalkan, dari Rp 1 ke Rp 2. Kalau sekarang menaikkan harga Rp 1000 bisa lebih dahulu ke angka Rp 1500, dsb.
Apakah Ada Agenda Terselubung Redenominasi Rupiah?
Melihat dari alasan-alasan pemerintah yang tidak urgent dan betapa bahayanya dampak redenominasi rupiah.
Mudah-mudahan ini cuma dugaan yang salah. Namun melihat dari gelagat yang buru-buru, sepertinya ini ada hubungan dengan Pemilu 2014. Paling tidak dengan proyek redenominasi ini, akan ada banyak anggaran keluar yang bisa digarap untuk kepentingan pemilu bukan? :)
Lalu kalau redenominasi jadi, nanti bisa modal bagus sekali juga untuk partai pemerintah untuk memamerkannya kepada rakyat, kan? Dengan meng-ilusi rakyat, mereka akan bilang: Lihat pemerintah berhasil membuat 1 dollar seharga Rp 10! PADAHAL, yang berubah hanya nominal bukan NILAI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H