Lingkungan Kehidupan H. Ismail
Watak seseorang inheren dengan lingkungan hidupnya, mulai dari keluarga sebagai lingkungan/institusi sosial terkecil hingga masyarakat tempat ia tumbuh dan berkembang. Di samping itu juga dipengaruhi oleh zaman di mana ia hidup dan teknologi yang berkembang pada saat itu.
Sebagai misal, lingkungan dan zaman memengaruhi watak seseorang dapat dilihat dari kasus Tan Malaka dan M. Hatta, di mana Tan Malaka berasal dari nagari yang jauh dari pusat kota dan latar belakang keluarga yang bisa dikatakan hidup sederhana memiliki watak yang lebih keras dibanding M. Hatta yang berasal dari keluarga berkecukupan dan tak jauh dari pusat kota, yakni Bukittinggi.
Walaupun pernyataan di atas masih terbuka untuk diklarifikasi, setidaknya dapat menggambarkan secara kasar terkait pembentukan watak seseorang. Pun dengan teknologi, Heinrich Koselitz, seorang penulis dan komposer, dan merupakan teman dekat Nietzsche pernah berkomentar tentang gaya penulisan Nietzsche yang berubah setelah ia menggunakan mesin ketik dan komentar ini dibenarkan oleh Nietzsche.
Dua contoh di atas dapat dijadikan perbandingan dalam melihat sosok H. Ismail yang berwatak keras, tak mudah putus asa dan berpegang teguh pada keyakinan Islamnya sebagaimana dapat dilihat dalam perjuangannya yang akan dibahas pada bab berikutnya, tak terlepas dari kondisi lingkungan dan tingkat kecanggihan teknologi dimasanya.
Dusun Pulau Tengah sebagai Tanah Kelahiran
H. Ismail dilahirkan di sebuah dusun kecil di Kerinci bagian hilir (tenggara), tepatnya di Koto Tuo, Dusun Pulau Tengah, Kerinci pada 1840. Di dusun ini terdapat tiga kampung kecil, yakni Koto Tuo, Koto Dian dan Dusun Baru.
Selain itu, berdasarkan keterangan dari penduduk setempat bahwa dulu pernah ada kampung Koto Putih yang berbatasan dengan dusun yang belakangan dikenal sebagai Koto Telago di sebelah timur Dusun Pulau Tengah.
Berdasarkan geografisnya, bagian utara Dusun Pulau Tengah terletak di kaki Bukit Barisan dan di selatan berbatasan dengan Danau Kerinci. Sedangkan bagian baratnya berbatasan dengan Dusun Lempur Danau dan di sebelah timur dengan Dusun Benik dan Jujun.
Tidak jauh di sebelah barat Dusun Baru ( 100 meter) mengalir Batang Pulau Tengah atau yang dikenal oleh penduduk sebagai Sungai Buai menjadi sungai yang berperan besar untuk pengairan sawah dan kebutuhan penduduk dusun itu. Masih di daerah itu, Sungai Buai tersebut menganak menjadi dua tepat di perbatasan antara Koto Tuo dan Koto Dian, dan bermuara di Danau Kerinci.
Di daerah inilah H. Ismail lahir dan tumbuh dewasa tanpa pernah meninggalkannya hingga tahun 1875, saat ia berusia 35 tahun, yakni saat ia memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk mendalami agama Islam di Kedah yang akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.