Jika berbicara tentang Kalimantan Timur mungkin orang masih terngiang-ngiang dengan runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara pada 26 November 2011 silam. Itu jugalah yang saya rasakan ketika akan kembali ke tempat ini. Setelah berpisah meninggalkan tempat kelahiran saya hampir 15 tahun silam, akhirnya saya menginjakkan kaki saya lagi di tempat ini tepat pada tanggal 21 Februari 2012. Berbekal 2 buah tas, tiket pesawat jkt-bpp, no telepon keluarga di sana, akhirnya saya terbang sendirian ke pulau ini.
Bukan dalam rangka urusan keluarga, kuliah, apalagi kerja. Saya hanya ingin jalan-jalan ke tempat kelahiran saya ini dan bersilaturhmi dengan keluarga. Ketika mendarat di bandar udara Sepinggan, saya tidak cukup awas dengan perubahan yang terjadi. Hanya bisa menunggu keluarga yang menjemput. Dari bandara Sepinggan, saya langsung menuju Samarinda.
Perjalanan kurang lebih 5 jam cukup banyak saya habiskan untuk mengamati tempat ini. Keteraturan kota Balikpapan tampak jelas di pemandangan saya. Jalan yang mulus, walaupun naik turun adalah pemandangan utama yang saya lihat. Setelah kurang lebih 3 jam di perjalanan, akhirnya kami mulai memasuki kota Samarinda. Selain macet, saya juga disambut banjir dan sebuah pemandangan bekas kebakaran. Hal ini sepertinya tak ubahny a dengan 15 tahun silam. Banjir dan kebakaran sepertinya tetap menjadi momok di tempat ini.
Beberapa hari saya tinggal di tempat ini, ada banyak tempat yang saya kunjugi. Yang pertama saya mengunjungi tempat tinggal saya di daerah Loajanan dulu. Yang berbeda adalah tempat itu sekarng semakin ramai dan padat penduduknya. Selain itu ada juga jembatan Mahulu yang baru diresmikan tahun 2009 silam. Tentunya saya juga tidak menyia-nyiakan kesempatan di tempat ini untuk berwisata ke Tenggarong.
Kurang lebih 2 jam perjalanan dengan motor menuju Tenggarong akhirnya kami sampai di tempat jembatan Kukar yang rubuh. Tersebut. Ya, jembatan tersebut belum ada 15 tahun silam ketika saya meninggalkan tempat ini. Namun, sekarang jembatan yang dibangun tahun1995 dan selesai tahun 2001 tersebut punya banyak cerita. Cerita tentang pembangunannya, cerita tentang penggunaan dan perawatannya hingga cerita tentang runtuh dan rusaknya jembatan ini.
Ketika saya menatap jembatan ini, saya hanya berharap jembatan lainnya (Mahakam & Mahulu) tidak bernasib sama. Karena jembatannya sudah runtuh dan fery yang mengangkut cukup lama, akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Kami memutar balik menuju salah satu stadion yang ada di Tenggarong. Stadion Aji Imbut itulah nama stdion ini. Beberapa lama kami mengelilingi stadion yang dibnagun dalam rangka PON XVII silam.
Setelah puas berkeliling stadion, kami pun melanjutkan perjalanan ke salah satu PTN terluas di Kalimantan Timur. Universitas Mulawarman menyambut kami dengan hijaunya pepohonan di tempat ini. Sedikit berkeliling membuat saya kagum akan luasnya kampus ini. Perjalanan tidak berhenti sampai di sana. Akhirnya kami kembali menuju loajanan melewati jembatan Mahakam.
Tak lupa kami singgahkan sebnetar dengan duduk sebentar di pinggiran sungai Mahakam. Walaupun air sungai Mahakam terlihat sudah keruh dan banyaknya kapal yang mengangkut batubara, namun tata kota yang disuguhkan sungguh cocok dijadikan tempat bersantai sejenak. Sedikit meluangkan waktu duduk di pinggiran Mahakam seolah-olah kita sedang duduk di pinggiran pantai. Namun, dari sekian banyak tempat hanya tempat ini yang berhasil saya abadikan walaupun hanya lewat kamera handphone.