Jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt.L) merupakan salah satu tanaman pangan bernilai tinggi yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena jagung manis dapat tumbuh di sebagian besar tanah yang memiliki irigasi baik dan umurnya relatif pendek.. Waktu produksi lebih cepat. Hasil survei menurut data BPS tahun 2021 menunjukkan 71,07% rumah tangga menanam jagung di lahan selain padi. Untuk menanam jagung di sawah, sebagian besar rumah tangga menanam jagung di lahan. Hasil jagung juga dapat dipengaruhi oleh varietas benih yang digunakan. Di Indonesia, varietas jagung untuk produk jagung dibagi menjadi 3 kelompok yaitu jagung hibrida, jagung sintetis, dan jagung lokal.. Penggunaan pupuk anorganik masih mendominasi dibandingkan pupuk organik pada budidaya jagung. Pupuk yang paling banyak digunakan adalah urea, rata-rata 272,24 kg/ha. Pupuk urea memiliki kandungan air yang tinggi sehingga membantu mendorong pertumbuhan tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi tanaman adalah curah hujan dan suhu udara. Banyaknya curah hujan dan suhu udara yang sesuai untuk tanaman akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Selain itu, kekeringan juga bisa terjadi sehingga petani kesulitan mendapatkan air untuk menyiram atau mengairi. Pemberian air yang cukup pada tanaman jagung penting dilakukan karena kekurangan atau kelebihan air akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman. Persepsi produsen jagung dan kedelai terhadap kecukupan air juga dikumpulkan untuk mengumpulkan informasi mengenai kecukupan air dari para petani.. Menurut BPS, rata-rata hasil jagung di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 55,55 ku/ha.
Salah satu faktor penting yang mendorong tumbuhnya tanaman di lahan kering adalah ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan airnya. Sedangkan pada sistem pertanian lahan kering, ketersediaan air menjadi permasalahan utama karena lahan kering hanya bergantung pada curah hujan sebagai sumber air. Kekurangan air dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan stres air pada masa pertumbuhan karena jika kadar air dalam tanah rendah maka tanaman tidak dapat menggunakan air dalam tanah dan dapat layu. Menanam jagung dengan penerapan teknologi modern dapat meningkatkan produktivitas produksi dan meningkatkan keuntungan dari segi waktu, tenaga dan biaya. Sistem irigasi tetes merupakan teknologi yang memungkinkan petani menghemat air dan pupuk serta meningkatkan efisiensi sumber daya. Sistem irigasi tetes dapat diterapkan pada lahan gersang yang luas sehingga meningkatkan hasil jagung. Irigasi tetes adalah metode irigasi yang menghemat air dan pupuk dengan membiarkan air menetes secara perlahan ke akar tanaman, melalui permukaan tanah atau langsung ke dalam tanah. akar, melalui jaringan katup, pipa dan penghasil emisi.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, perlu diterapkan teknologi irigasi tetes untuk membantu mengatasi permasalahan pengairan dan meningkatkan hasil pertanian. Irigasi tetes dapat dikontrol dari jarak jauh menggunakan teknologi Internet of Things (IoT). Keuntungan sistem irigasi tetes berbasis IoT adalah menggunakan lebih sedikit air dibandingkan sistem irigasi lainnya sehingga penggunaan air menjadi lebih efisien. Sistem irigasi tetes berbasis IoT dapat dikontrol dan dipantau dari jarak jauh, sehingga memungkinkan petani mengelola sistem irigasi mereka dengan lebih efektif. Dengan menyediakan tanaman dengan jumlah air yang tepat pada waktu yang tepat, sistem irigasi tetes dapat membantu meningkatkan hasil panen. Berbeda dengan metode irigasi manual, sistem irigasi tetes berbasis IoT memungkinkan petani menghemat waktu dan energi dengan mengotomatiskan proses irigasi. Sistem irigasi tetes berbasis IoT dapat memantau tingkat kelembaban tanah, suhu, dan faktor lingkungan lainnya, memungkinkan petani membuat keputusan berdasarkan data untuk pengelolaan tanaman yang lebih baik. Sistem irigasi tetes berbasis IoT dapat mengirim notifikasi jika kelembaban tanah tanaman terlalu tinggi atau rendah dengan mengintegrasikan sensor kelembaban tanah dan modul komunikasi ke dalam sistem. Sensor kelembaban merupakan sensor yang digunakan untuk mendeteksi kandungan air dalam tanah.. Output dari sensor kelembaban adalah katup solenoid yang membuka dan menutup pipa air. Ketika nilai frekuensi kadar air tanah meningkat maka solenoid valve menutup. Dan ketika nilai frekuensi kadar air berkurang maka solenoid valve akan terbuka. Keuntungan pengoperasian saluran air sebagai jalan pengairan tanaman untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan penyediaan air bagi tanaman.. Sistem penyiraman otomatis menggunakan sistem irigasi tetes yang dibuat keluaran pada baris pertama.. tanaman dengan kisaran nilai yang ditentukan dalam program. untuk mengimplementasikan fitur ini dengan memasang sensor kelembaban tanah di sekitar akar tanaman.. Sensor ini akan mengukur tingkat kelembaban tanah secara periodik.. Hubungkan sensor kelembaban tanah ke mikrokontroler atau papan pengembangan seperti Raspberry Pi. Mikrokontroler ini akan bertindak sebagai otak sistem, mengumpulkan data dari sensor dan mengirimkannya ke server. Buat aturan notifikasi di server. Aturan ini akan memeriksa data kelembaban tanah yang diterima dari mikrokontroler dan mengirim notifikasi jika tingkat kelembaban terlalu tinggi atau rendah.Setelah aturan notifikasi dibuat, server akan mengirimkan notifikasi ke perangkat yang terhubung, seperti smartphone atau tablet, melalui aplikasi khusus atau pesan teks.
Namun sistem irigasi tetes berbasis IoT sendiri juga memiliki kelemahan seperti rentan tersumbat karena faktor fisik, kimia, dan biologis yang dapat menurunkan efisiensi dan kinerja.. Sistem irigasi tetes berbasis IoT memerlukan teknologi yang kompleks dan mahal, seperti sensor, mikrokontroler, dan perangkat lunak. Hal ini dapat menyulitkan petani yang memiliki keterbatasan finansial untuk mengadopsi teknologi ini. Sistem irigasi tetes berbasis IoT memerlukan jaringan internet yang stabil dan kuat agar dapat berfungsi dengan baik. Namun, di beberapa daerah, internet belum merata atau stabil sehingga dapat menghambat penggunaan teknologi. Sistem irigasi tetes berbasis IoT memerlukan sumber listrik yang stabil dan kuat agar dapat berfungsi dengan baik. Namun di beberapa daerah, pasokan listrik masih belum merata atau stabil sehingga jika terjadi masalah, sistem irigasi tetes berbasis IoT ini tidak dapat digunakan.