Lihat ke Halaman Asli

Jangan Lupa Buang Sampahnya #2

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah minggu kemarin gagal ngedate gara-gara harus menginap dikantor. Sekarang gagal maning-gagal maning son…….benar-benar jum’at keramat gerutuku sendiri.

http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/10/22/jangan-lupa-buang-sampahnya-1-603689.html


Happy monday,

“Mak biasa ya, si Jo belum kelihatan batang hidungnya ya ?” Tanya bang Freddy ke si empunya warung.

“Biasanya jam segini juga udah nonggol pak komandan” jawab si Paryo, anak si empunya warung karena si emboknya baru sibuk di belakang atau mungkin ngga dengar pertanyaan dari bang Freddy.

Setelah semangkuk soto ayam telah terhidang di depanya langsung dilahapnya bak orang kelaparan.

“Tadi ngga dapat sarapan dari bini pak” ledek si Paryo.

“Ya dapatlah, tapi cuma susu-daging, hahaha…….” sambil ketawa.

Sambil masih menyantap soto ayam, dia mencoba menghubungi seseorang,

“ah sial, kemana ni anak, ditelp ngga di angkat, sms juga ngga dibalas-balas pula” mengerutu penuh kesal.

“ Yo, dihitung semua sama kemarin aku kurang enam ribu” perintahnya pada si Paryo.

“Siap pak, jadi tujuh belas ribu sama yang kemarin pak”.

Di ambilnya uang pecahan dua puluh ribuan dan diberikan ke Paryo sambil berlalu pergi.

“Pak Iptu Budi Raharjo, sebentar pak…pak mohon kejelasan untuk kasus yang bapak tangani, pak gimana status KP, apa sudah dinaikkan jadi tersangka” dan masih banyak pertanyaan dari wartawan yang memberondong kedatanganku ketika baru sampai di parkiran Polresta.

“Mas-mas dan mbak-mbak tolong tanyakan langsung ke bagian humas saja, supaya satu pintu” kataku sambil berlalu masuk ke dalam gedung Mapolresta. Tak heran bila banyak wartawan mencari update berita ini karena kasus yang ku tangani ini menjadi highlight dimedia lokal, online maupun nasional.

Tragis ! wanita cantik karyawan bank ditemukan tewas dikamar kostnya.

“Siang bang, sori-sori tadi ngga angkat telpnya, aku baru dari rumah sakit ketemu sama dr. Asby tadi, ini hasil nya bang” aku serahkan sebendel berkas dari dr. Asby.

Kasus ini cukup menambah senewen kami, setelah beberapa minggu lalu kami dibuat stress dengan kasus dukun pengganda uang yang sampai memakan korban dan baru saja dilimpahkan, sekarang sudah ditambah dengan kasus yang tidak biasa.

Yang menjadi konsen kami, apakah ini bunuh diri atau memang pembunuhan kalau dilihat data-data dan bukti di TKP dengan tidak adanya barang-barang berharga korban yang hilang, semuanya masih ada, 1 buah laptop merk Toshiba, 1 buah iphone seri 4, 1 buah BB Z10, 1 buah ipad, dompet yang berisi uang tujuh ratus tiga puluh ribu rupiah dan beberapa perhiasan masih rapi tersimpan dilemari. Tapi kalau ini kasus bunuh diri dengan apa si korban mencabut nyawanya sendiri sedang dari hasil olah TKP tidak ditemukan barang-barang yang mencurigakan yang dapat digunakan untuk melukai diri dan lagi korban ditemukan dalam keadaan tengkurap di ujung ranjang dengan kondisi telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Apakah dia over dosis ? tapi ngga mungkin karena kalau dilihat secara fisik ngga ada tanda-tandanya, makin banyak question mark dibenak ini yang harus segera ku cari jawabanya.

Kami melihat TKP korban dari berbagai sisi sambil membayangkan kira-kira seperti apa dan bagaimana korban sampai bisa terkurap di ujung ranjang. Bang Freddy mengigatkanku jangan tergesa-gesa dalam penyimpulkan, juga ketelitian dalam melihat detail perkara dan pandanglah dari beberapa sudut pandang.

Telp kantor berdering bang Freddy yang berada disampingnya langsung menyahutnya, entah dengan siapa dia berbicara di ujung sana, tapi kelihatanya cukup serius.

“ Ayo Jo ke rumah sakit, udah ditunggu dr. Asby” ajaknya sambil dia keluar dari ruangan, akupun mengekor dibelakangnya.

Dengan mobil dinas kami meluncur ke rumah sakit, selang beberapa menit kemudian sampailah kami dirumah sakit dan langsung masuk memalui pintu samping untuk menghindari serbuan wartawan.

Di ruangan forensik sudah menunggu dr. Asby dengan beberapa kawan yang sudah akrab dengan kami.

Dia memberikan hasil cek sampel darah dan beberapa hasil cek yang lain dan ada fakta baru yang ditemukan, bahwa di ujung sprei terdapat beberapa bercak sperma yang walaupun sudah mengering tapi masih dapat terditeksi kapan kira-kira barang tersebut keluar dari sarangnya juga hasil baru bahwa selaput dara korban juga sudah robek tetapi bukan baru saja terjadi, jadi bisa disimpulkan korban sudah tidak perawan lagi dan sering melakukan hubungan bak suami istri, padahal jelas dari status ktp di dompetnya, belum kawin. Setelah dijelaskan panjang lebar oleh dr.Asby dan tim, kami menyimpulkan bahwa ini murni kasus pembunuhan. Kami meluncur kembali ke TKP.

Jengkal demi jengkal kamar itu kami obok-obok bersama saya dan tim, kami masih penasaran dari mana si pembunuh dapat masuk ke kamar, kalau dicek dari pintu tidak ada tanda-tanda kerusakan atau pemaksaan dalam cara membukanya, ataukan pembunuhnya memang orang dekat korban sehingga tidak adanya pemaksaan dalam membuka maupun ‘mengerjai’ korban.

Bang Freddy naik ke balkon rumah itu, dia melihat-lihat sekeliling rumah siapa tau ada hal yang dapat dijadikan petunjuk.

Rumah kost ini cukup besar ada lebih dari 12 kamar semuanya, 5 kamar di lantai dua dan 7 kamar dilantai satu, walaupun rumah tusuk sate tapi kamar-kamarnya penuh semua bebarti kan laku. Dengan bayaran 500 ribu perbulan harga yang cukup mahal di daerah itu walaupun tengah kota tapi cuma kota kabupaten.

Kebanyakan yang ngekos disitu karyawan bahkan ada yang sudah berumah tangga. Hasil kami nihil, tidak ada satu tambahan bukti/petunjuk baru untuk kasus ini.

Siapa korban…??

Bukan nama yang kami cari, kalau cuma itu kami juga sudah tau dari KTP-nya, Silvia Ratu Kusumawardani. Beparas cantik, usia 31 tahun, kulit putih, tinggi badan 176 cm, dengan rambut dicat light brown, sungguh mempesona dan wanita yang sempurna, ditambah busungan dadanya yang menantang dan kaki jenjangnya semakin menambah kesempurnaanya, tapi sayang sudah jadi mayat gumamku dalam hati.

Dia seorang chief internal auditor sebuah bank swasta nasional ternama, tentu tugasnya mengobok-obok laporan keuangan. Timbul pertanyaan di benakku, apakah ada hubungan antara kematianya dan profesinya ?

Kami mencari informasi ke teman-teman sekerjanya, ada beberapa informasi yang kami dapat, kesan dari teman-temanya orangnya supel, mudah bergaul dan termasuk royal, banyak juga cowok-cowok yang naksir karena mamang cantik . Mereka juga ngga nyangka kalau sahabatnya itu harus dijemput ajal dengan cara seperti itu.

Kami mendapat banyak informasi dari Rima, sahabat dekatnya walau mereka sudah tidak satu kantor tapi tetap intens komunikasi, mereka sering menghabiskan waktu bersama, sampai ada desas-desus yang miring tentang mereka, lesbi.

Rima merupakan ‘tempat sampah’ bagi korban, mulai dari a sampai z , Rima tau kehidupan korban sampai masalah-masalah paling sensitive dan pribadi pasti cerita sama dia. Dari mulut Rima pun kami dapat informasi detail tentang korban, hoby, kesukaanya sampai kebiasaan korban yang agak aneh akhir-akhir ini.

Rima menuturkan, bahwa sahabatnya itu emang berubah semenjak putus dari calon tunanganya 5 bulan yang lalu. RM Janoko Kumolo, itulah pria yang meluluhlantahkan hati sahabatnya jadi berkeping-keping, seorang keturunan keraton, status itulah yang membuat hubungan keduanya kandas. Noko, nama panggilanya katanya sudah dijodohkan oleh orang tuanya dengan sesama darah biru dan mareka sudah menikah.

Via, begitu panggilan korban memang sangat mencintai Noko, bukan hanya karena kegantenganya juga karena cinta pertamanya, mereka sudah pacaran dari kelas 2 SMU bahkan karena cinta butanya itu, Via rela menyerahkan mahkota kehormatanya pada Noko, ‘kegiatan’ itu merupakan bumbu dalam pacaran katanya. Mereka sudah sering melakukanya, kadang di kost Via, juga di hotel kalau mereka lagi weekend bersama. Berarti ngga salah temuan tim forensic, gumamku dalam hati.

Tapi semenjak putus sudah tidak lagi, kata Rima. Ya iyalah, ngga ada ‘lawan mainnya’ jawabku dalam hati. Penyakit itu kambuh lagi 3 bulan belakangan ini dia sering gonta-ganti pria, terang Rima. Dia sering mengenalkan beberapa pria yang berberbeda, mungkin ada kali 3 sampai 4 orang, kalau setiap kali ditanya apakah pacarnya dengan enteng Via menjawab, bukan hanya HTS (hubungan tanpa status), ngapain juga aku harus serius toh ujung-ujungnya sakit, tandas Via.

Rima bisa menebak pasti Via juga melakukan ‘kegaiatan’ yang sama ketika ia masih bersama Noko, ah dasar Via.

-Tobe continued-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline