Lihat ke Halaman Asli

Pakis Nostalgia

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13900404492127478871

[caption id="attachment_290698" align="aligncenter" width="498" caption="© istimewa"][/caption]

Pakis tumbuh di luar jendela

Daunnya seperti belati

Merambat hingga muka kaca

Dan seekor laba-laba membuat sarang

Tepat dipertemuannya

Antara pakis dan kaca jendela

Sementara hujan belum lagi reda

Sudah sejak pagi hingga sore

Tak kunjung memelankan suara

Persis tangis bayi yang menjadi

Kala tak dapat apa yang diingini

Hujan boleh bikin dingin

Tapi matahari masih menguat

Kuasanya mendatangkan cahaya

Rona remangnya memantul di halaman

Diantara rerumputan basah dan hujan

Maka, pesona pakis terpancar lewat pantulannya

Bila pakis ini sudah besar

Apa jadinya sejarah kita?

Dia tumbuhan tua, lebih tua dari para samudera,

Binatang melata yang ada di ensiklopedia,

Atau pulau-pulau yang penuh mineral harta

Dia almanak bagi kalutnya jiwa

Sebuah capaian terhadap pandangan zaman

Tak mau digerus, ingin tetap abadi

Menyimpan kisahnya lewat bibit-bibit baru

Pakis juga mengingatkan aku

Pada gulai aroma syahdu buatan ibu

Tiada duanya

Bumbu berlimpah tanah andalas

Racikan dari padatnya irisan cabai

Serta gelembung mendidih uap santan

Dimasukkanlah pakis dalam belanga

Dan buah! Acara makan senikmat pesta

Pikgondang, awal 2014

Pikgondang, awal 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline