Abad kelima belas dan keenam belas adalah abad paling menentukan bagi semua umat beragama. Periode itu merupakan periode paling krusial, khususnya bagi Kristen Barat, yang bukan hanya berhasil mengejar ketertinggalannya dari kebudayaan-kebudayaan lain dalam Oikumene, bahkan nyaris menaklukannya.
Dua abad ini telah menjadi saksi bagi Renaisans Italia yang dengan cepat menyebar ke Eropa Utara, serta penemuan Dunia Baru dan awal revolusi ilmiah yang akan menimbulkan pengaruh sangat menentukan bagi perjalanan nasib seluruh dunia.
Pada akhir abad keenam belas, Barat mulai menciptakan bentuk peradaban yang sangat berbeda. Periode ini merupakan sebuah masa transisi dan karenanya, ditandai oleh kecemasan dan berbagai prestasi.
Hal ini terlihat dengan jelas dalam konsepsi barat tentang tuhan pada periode tersebut. Di tengah keberhasilan sekular mereka, orang barat semakin menaruh perhatian pada iman melebihi pada masa-masa sebelumnya.
Kaum awam merasa tidak puas terhadap bentuk agama Abad Pertengahan yang tak mampu lagi memenuhi kebutuhan mereka di dunia yang baru dan hal ini ditandain dengan sebuah gerakan yang disebut dengan Reformasi Gereja. Para Reformis menyeruakan kegelisahan ini dan menemukan cara baru dalam memandang Tuhan dan penyelamatan.
Untuk memahami konteks dari Reformasi Gereja yang menjadi pembahasan tulisan ini, ada baiknya kita memulai dengan pemahaman tentang latar belakang terjadinya reformasi agama yang kemudian dikenal dengan sebutan Reformasi Protestan di Eropa Barat yang di pelopori oleh Martin Luther. Ahmad Suhelmi mengatakan dalam Politik Pemikiran Barat (2001) bahwa gerakan ini pada mulanya hanyalah rangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma.
Tetapi pada perkembangan selanjutnya gerakan ini memiliki konotasi lain; ia dianggap identik dengan semua gerakan keagaaman dan organisasi yang menentang kekuasaan Roma. Suhelmi juga berpendapat bahwa gerakan Reformasi Protestan pada hakikatnya merupakan produk perlawanan pada Katolitisme.
Selama berabad-abad Gereja dan lembaga Kepausan telah melakukan berbagai penyimpangan keagamaan tanpa ada satu kekuatan pun yang berhasil meluruskan penyimpangan itu, kalaupun ada, biasanya gagal dan berakhir secara dramatis seperti yang dialami oleh Giardarno Brono dan Salvanarolla dan juga Joan Of Arc yang tewas dibakar karena berusaha meluruskan penyimpangan itu.
Penyimpangan itu terjadi dalam beberapa bentuk. Banyak pemuka Katolik memperoleh posisi keagamaan melalui cara-cara yang tidak etis dan amoral, mereka tak segan-segan menyogok petinggi Gereja untuk berkuasa, juga melakukan korupsi dan manupulasi dan komersialisasi jabatan.
Ada pula Paus yang berperilaku amoral menyangkut hubungan dengan wanita; memilki anak diluar perkawinan, pemujaan dalam acara sakramen suci dimana terlah terjadinya ritus pemujaan terhadap benda-benda dan tokoh-tokoh suci dan salah satu penyimpangan yang kemudian melahirkan banyak protes, terutama di kawasan Jerman adalah penjualan surat-surat pengampunan dosa yang berlebihan.
Selain berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam keagamaan dan korupsi yang mengatasnamakan agama seperti yang sudah disebutkan diatas, ada pemicu lain dalam gerakan reformasi ini, yaitu adanya pajak-pajak yang memberatkan ambisi kekuasaam kaum lokal dan kebangkitan nasionalisme di Eropa.