Dalam kondisi pandemi saat ini, banyak sekolah yang kurang maksimal dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Hal ini ditunjukan dari survey yang dilakukan UNICEF yang menerima tanggapan tidak efektifnya belajar daring dari 34 provinsi di Indonesia terutama di daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan), dan sekolah berakreditasi C. Sebanyak 66% siswa dari 60 juta siswa mengaku bahwa belajar dalam jaringan (daring) membuat mereka kurang nyaman dan sulit memahami materi yang diajarkan (Kasih, 2020).
Berangkat dari hal tersebut, pemerintah Indonesia mengusung program yang dapat membangkitkan api semangat belajar untuk pelajar Indonesia terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD) agar bisa menjadi bibit-bibit yang tetap berkualitas walalupun di tengah situasi Pandemi Covid-19. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, akhirnya menciptakan program Kampus Mengajar yang membuka kesempatan besar bagi mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk turut andil dalam meyukseskan tujuan utama program ini. Dikutip dari Kompas.com (2021) terdapat lebih dari 14.000 mahasiswa dari berbagai program studi di Indonesia terlibat dalam program ini.
"Alhamdulillah, ternyata benar bahwa jiwa nasionalisme mahasiwa kita untuk berpartisipasi dalam sistem pendidikan sangat tinggi, dan inilah yang namanya Merdeka Belajar," Ujar Nadiem Makarim, di sesi pembukaan program Kampus Mengajar melalui Zoom (16 Maret 2021)
Program ini dilakukan selama tiga bulan, terhitung dari 1 April hingga 27 Juni 2021. Sebelum penerjunan di bulan April, kami diberikan pembekalan oleh panitia Kampus Mengajar dengan materi pedagogi sekolah dasar, nasionalisme, metode mengajar, dan sebagainya berlangsung pada 15 Maret hingga 22 Maret 2021.
Ketika penerjunan selama tiga bulan, terdapat beberapa aspek utama yang harus diaplikasikan mahasiswa sebagai pengajar ke adik-adik di sekolah. Pertama, mahasiswa harus menerapkan konsep Pelajar Pancasila, yaitu materi-materi yang diajarkan haruslah berlandaskan rasa nasionalisme atau cinta tanah air. Dalam penerapannya, sebagai mahasiswa yang belajar di bidang bahasa, saya mengajar Bahasa dan Sastra Inggris, dan juga Indonesia, beberapa kali, ketika sedang membahas materi terkait kisah-kisah dalam buku pelajaran yang memuat sejarah perjuangan bangsa, saya menceritakan secara lebih rinci tentang kisah-kisah patriotisme para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan. Ketika Bung Karno melawan para penjajah, atau R.A Kartini melawan sistem patriarki untuk emansipasi perempuan, dan kisah heroik lain yang menstimulasi siswa agar tumbuh rasa cintanya pada tanah air.
Aspek kedua adalah konsep yang disebut PjBL (Pembelajaran Berbasis Proyek) atau istilah lainya Project-based Learning. Metode ini menggunakan proyek sebagai bentuk belajar siswa.
Siswa-siswi melakukan eksplorasi, interpretasi, sintesis, dan penilaian sebagai hasil yang didapat setelah menyelesaikan proyek yang ditentukan. Dalam penerapannya, saya dan tim mahasiswa Kampus Mengajar berhasil menerapkan pembelajaran berbasis proyek bagi siswa-siswi SDS Nurul Iman Ashopi Kabupaten Tangerang. Proyek yang dilakukan, yaitu:
1. membuat simulasi erupsi gunung merapi.
Proyek ini dilakukan bersama dengan siswa-siswi kelas lima SDS Nurul Iman Ashopi. Kami mengumpulkan alat dan bahan yang digunakan seperti: kertas karton, cuka, pewarna makanan, sabun cair, botol kaca, dan air. Proyek ini membuat siswa bersemangat untuk berpartisipasi melakukan eksprimen, selain karena membangun kreatifitas siswa dalam berpikir, siswa juga diajak untuk berkolaborasi dengan satu tim mereka.
2. membuat eksprimen percampuran zat homogen dan heterogen