Kukatakan pada senja, bahwa aku sedang tak baik-baik saja.
Namun, senja hanya terdiam sembari perlahan tenggelam.
"Tunggu" kataku pada senja.
Namun, senja tetap tak menghiraukan. Hingga pada akhirnya aku tersadar. Bahwa, disaat seperti ini memang tidak akan ada yang peduli. Hanya ada segelas kopi yang selalu ada dan tak akan pergi.
Kau, layaknya senja yang kuajak bicara, 'indah, namun sekejap, bahkan tak ingin menetap. Nyata namun tak teraba. Layaknya fatamorgana, indah hanya pada pandangan mata.
Aku dan kopi hanya bisa berdiam tanpa tau harus berbuat apa. Cerita kita berakhir sesingkat senja dan jingganya.
Berganti dengan malam, dengan bulatan cahaya, sembari ditemani bintik kecil yang kusebut harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H