Perjuangan kemerdekaan bergelora dimana-mana, meletup kesemua penjuru diskriminasi, intimidasi, hingga kolonialisme. Fitrah manusia mereka bangkit karena merasaa terusik, mereka merasa ada yang salah karena hidup tidak semenderita ini, walaupun mereka tidak belajar hukum, antropologi bahkan Agama sekalipun.
Bahwasanya manusia memang memiliki Law of Nature, hak-hak tertentu yang tak perlu dipelajari dari buku karena sudah menjadi bagian dari kodrati manusia yang tak dapat dipisahkan (Strauss, Leo ,1968). Law of nature sendiri dikodifikasikan oleh seorang Uskup Agung katolik abad pertengahan sekaligus seorang filsuf, yang sering kita kenal dengan nama Thomas Aquinas.
Soegija, lahir di Surakarta pada tanggal 25 November 1896, anak ke-5 dari sembilan bersaudara. Pada masa pemerintahan Hindian-Belanda Soegija bersekolah seperti biasa di SR (Sekolah Rakyat) hingga mempertemukannya dengan seorang Rama Van Lith. Tahun 1915 beliau meyelesaikan pendidikannya di Xaverius dan menjutkan praktik sebagai guru.
Tahun 1916 beliau melanjutkan seminari menengah selamat tiga tahun kedepan, yang nantinya akan menjadi langkah pergerkan baru bagia Soegija dan juga perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Perang dunia-1 telah berakhir, namun dampaknya terasa hingga Indonesia yang sedang dalam cengkraman Hindia-Belanda. Pada saat bersamaan Soegija sedang ditempa, dengan belajar bahasa Greek, Prancis, Latin, bahkan kerohaniannya di kota Uden Belanda bagian utara.
Soegija juga mendalami ilmu filsafat, di kota Qudenbosch di kolese Brechmann, dengan kerangka berpikir seorang filsuf abad pertengahan yaitu, Thomas Aquinas.
Soegija sendiri mendapatkan nama tahbisan imam pada tanggal 15 Agustus 1931, dengan begitu namanya berubah menjadi A. Soegijapranata. Nama depan Soegija adalah nama Baptis yaitu "Albertus" berasal dari nama seorang pemikir pada abad ke-XII yan bernama panjang Santo Albertus Magnus. Model Albertus sendiri diberikan agar Soegija mampu meneladani setiap kebaikan dan pengetahuan dari Santo Albertus sendiri.
Beliau kempali sepenuhnya ke pangkuan tanah air dimasa akhir Tahun 1933 dan menjadi Rama di Yogyakarta bersaman dengan Rama Van Driesche. Rama Soegija sendiri menjadi pemimpin Gereja Bintaran yang tujuan awalnya untuk kaum pribumi. Hingga Paus Pius XII, memilih Soegija untuk menjadi pemimpin wilayah gerejani yang baru Vikariat Apostolik Semarang yang dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia.( M.C. Ricklef, 1981, Hal. 204-209)
Denga begitu Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ menjadi seorang pemimpin gereja katolik pertama yang dipilih dari kaum pribumi. Mgr. A. Soegija, SJ tidak melulu hidup berkotak dalam salib Katolik, beliau juga sering menerima tamu dan berkungjung ke setiap daerah dengan tujuan untuk mengakhiri masa keterpurukan manusia juga secara terang-terangan membantu kemerdekaan Indonesia.