Pada bulan Mei 2024, dunia maya kita dihebohkan dengan adanya berita peluncuran starlink di Indonesia. Momen ini terjadi bersamaan dengan adanya event International di Bali yaitu World Water Forum (WWF). Kehebohan respon dari peluncuran layanan starlink ini terlihat jelas dari trend pada mesin pencarian google, dimana kata kunci "Starlink Indonesia" banyak diakses bahkan lebih dari 2 kali lipat pencarian dibandingkan kata kunci "World Water Forum/WWF" yang sedang berlangsung.
Starlink sendiri merupakan layanan internet yang berbasis konstelasi atau rangkaian satelit dengan orbit rendah. Orbit rendah satelit-satelit starlink menjanjikan jaringan internet berskala global dan juga kecepatan data yang cukup fenomenal hingga 100 - 200 mbps. Hal ini tentu sebuah terobosan besar bukan hanya dibidang teknologi tetapi juga berdampak pada pemerataan atau kemerdekaan informasi. Walaupun internet berbasis satelit telah ada sejak beberapa dekade yang lalu dengan VSat ,tetapi kualitas yang dihasilkan masih sangat kurang memadai.
Dalam pembangunan daerah terdapat 2 jenis jaringan pokok yaitu; jaringan transportasi dan jaringan informasi. Kedua jaringan ini seperti halnya jaringan pembuluh darah dan jaringan syaraf pada tubuh kita. Pembuluh darah bertanggung jawab dalam mengangkut dan mendistribusikan sesuatu yang bersifat fisik/material baik berupa nutrisi keseluruh tubuh maupun zat-zat sampah yang perlu dikeluarkan oleh tubuh. Sedangkan jaringan syaraf bertanggung jawab untuk mensirkulasikan informasi antara semua indera/organ dan otak /sistem syaraf pusat untuk memperoleh tanggapan/respon yang sesuai . Sebagaimana dalam pembangunan desa/daerah terdapat pembangunan fisik yang hasilnya kasat mata, maupun pembangunan non fisik yang hasilnya tak kasat mata seperti kualitas SDM, jaringan pengaman sosial, kebijakan publik, tata kelola lembaga/pemerintahan, dsb. Dengan demikian ketersediaan jaringan transportasi dan informasi diharapkan mampu mendukung pembangunan yang seimbang antara fisik maupun non-fisik.
Antusiasme masyarakat akan layanan internet berkualitas terlihat dari distribusi pencarian kata kunci "Starlink Indonesia" pada mesin pencari google, dimana pada waktu yang sama pencarian "Starlink Indonesia" tersebar secara merata diseluruh wilayah Indonesia dengan mayoritas pengguna di Papua, Nusa Tenggara,Sulawesi dan juga Kalimantan yang mana merupakan area dengan keterbatasan jaringan internet dan komunikasi. Sedangkan World Water Forum hanya di sekitar Jawa, Bali dan Sumatera dengan puncak pencarian tertinggi berada di Bali selaku tuan rumah event international tersebut. Tidak dipungkiri bahwa keberadaan internet dapat menjadi batu lompatan untuk mencapai kesetaraan pengetahuan dan kualitas SDM antara desa dan kota. Hal inilah yang mungkin memacu kenapa antusiasme akan keberadaan starlink justru muncul pada daerah-daerah yang dapat dikatakan didominasi daerah 3T.
Internet ,Peningkatan SDM dan Ekonomi
Keberadaan internet tentu memberi peluang dan transformasi besar pada segala bidang ,terutama dalam peningkatan kualitas SDM. Keberadaan internet akan memudahkan para guru untuk memperoleh bahan ajar yang interaktif dan juga up to date. Jika dahulu kita mengenal buku sebagai jendela dunia dimana buku fisik diposisikan sebagai media pembawa pengetahuan,maka dengan internet pengetahuan dapat diakses lebih mudah dan lebih cepat . Pengetahuan dalam bentuk buku fisik tentu memiliki kendala dalam distribusi yang berdampak pada distribusi ilmu pengetahuan itu sendiri. Internet dengan media digitalnya baik berupa ebook, jurnal, artikel dsb memberikan kebebasan, keterbukaan dan kemudahan bagi penggunanya untuk mengakses beragam ilmu pengetahuan tanpa batas dan universal. Hal ini, tentu memberikan peluang bagi desa untuk mengejar ketertinggalan kualitas SDM ,memanen pengalaman dan pengetahuan dari belahan bumi lain sehingga SDM di desa-desa dapat mencapai kesetaraan pendidikan.
Dari segi ekonomi keberadaan internet juga memiliki peran penting, salah satunya dalam mendukung adanya transaksi. Dalam kajian sosial ekonomi , besaran transaksi keuangan menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui daya beli, ketahanan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Tidak jarang desa diposisikan lemah secara ekonomi karena hal ini. Dalam kenyataannya rendahnya transaksi di desa juga disebabkan karena terbatasnya ketersediaan uang fisik .Adapun bank pada daerah perdesaan umumnya hanya memiliki sedikit ketersediaan uang fisik dan bahkan terdapat kebijakan pembatas penarikan uang setiap nasabahnya. Dengan adanya internet tentu membuka peluang bagi desa untuk dapat melakukan transaksi tanpa lagi tergantung pada ketersediaan uang fisik. Keberadaan internet memberikan beragam alternatif transaksi non tunai baik transfer ,QRIS, dsb yang juga dapat terjadi lintas wilayah. Dengan adanya internet masyarakat akan lebih mudah mempromosikan barang dagangannya secara online yang juga membantu dalam terjadinya perputaran uang ditingkat desa.
Internet, Desa dan Globalisasi
Jaringan transportasi memberikan dukungan dalam distribusi barang dan manusia, membuka hubungan dari 1 desa ke desa lain ataupun dari desa ke kota dan juga antar kota dalam sektor pemerintahan, ekonomi,sosial dsb. Sedangkan jaringan internet menghubungkan siapapun untuk berada pada tingkat komunitas global secara langsung. Demikian pula dengan posisi desa saat ini, internet tidak hanya berperan membantu desa terlihat dan terhubung oleh pemetintah pusat tetapi juga membawa pada panggung global.Oleh karena itu, desa pun perlu memposisikan diri sebagai bagian dari komunitas global dengan memahami isu-isu terkini yang menjadi peluang bagi desa untuk menampilkan diri. Desa pun ditantang untuk dapat tampil dan mengambil peran dengan karakter dan keunikannya alamnya dan juga diimbangi dengan SDM yang memadai dalam memberi solusi bagi dunia. Pada era keberlanjutan saat ini, desa memiliki peran sentral terutama dalam isu perubahan iklim, konservasi sumber daya air, konservasi keaneragaman hayati, ketahanan pangan,bioteknologi, energi transisi yang mana merupakan isu berskala dunia. Oleh karena itu,pemahaman,pengetahuan dan pengupayaan akan pengelolaan lingkungan, pertanian berkelanjutan, perikanan berkelanjutan,keanekaragaman hayati dan juga penyerapan emisi karbon oleh hutan haruslah berada dan dimiliki oleh desa.
Sejak internet diluncurkan kita telah banyak belajar ,bahwa internet menyajikan banyak keuntungan tetapi juga ancaman yang tidak kalah berbahaya. Kesadaran ini perlu dibangun, mengingat saat ini kita dihadapkan pada situasi yang disebut sebagai banjir informasi. Banjir informasi merupakan sebuah bencana yang diakibatkan oleh tidak terkontrolnya kuantitas dan kualitas informasi yang menyasar penggunanya. Sebagian dari informasi tentu merupakan informasi yang bermanfaat, tetapi tidak jarang dibarengi dengan sampah atau material berbahaya yang mengancam langsung penggunanya. Dampak bencana banjir informasi tidak akan terlihat langsung ,tetapi sedikit demi sedikit merubah perilaku penggunanya seperti penurunan kesadaran atau keterlepasan hubungan individu dengan sosial dan hubungan individu dengan lingkungan. Secara tidak langsung keberadaan internet dapat berdampak pada penurunan kualitas SDM dan juga sosial yang merupakan modal utama dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana bencana banjir air bah ,banjir informasi dapat berdampak pada kegagalan pembangunan karena penurunan kualitas SDM , sosial, pengelolaan lingkungan dan banyak hal karena dibangun secara pragmatis dan jauh dari nilai keberlanjutan itu sendiri.
Kesadaran akan internet di desa sangat diperlukan, agar masyarakat tidak terhanyut pada kemeriahan/euforia tetapi juga berupaya mengantisipasi akan resiko yang ditimbulkan. Kesiapan ini perlu dibangun dan dikelola bersama sejak dini dengan belajar dari dampak yang sudah terjadi didaerah lain. Kesiapan ini perlu didukung komunikasi dan koordinasi antar organ -organ pembangunan yaitu semua kelompok/lembaga dalam masyarakat agar dapat berperan dan bekerja secara proporsional dan berkolaborasi. Dampak buruk internet umumnya disebabkan karena tidak adanya kontrol sosial dengan cara pembiaran. Hal ini secara jangka panjang tentu dapat menggeser posisi/peran internet, yang awalnya diharapkan menjadi batu loncatan pembangunan justru menjadi batu yang licin yang menggelincirkan desa jatuh ke jurang yang lebih dalam. Oleh karena itu, selain kesiapan infrastruktur perlu upaya bersama dari pemerintah daerah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan dan semua pihak dalam mempersiapan pemahaman dan kesadaran agar dapat mengambil peluang dan keuntungan yang ditawarkan dengan keberadaan internet.
Era transformasi desa saat ini sedang dimulai, tantangan, ancaman dan peluang datang dalam waktu yang bersamaan dan tentunya banyak pertanyaan dalam benak kita.
Akankah dengan akses internet, desa mampu mencapai kesetaraannya dan memimpin dalam era pembangunan berkelanjutan?
Akankah desa berhasil memperbaiki ketertinggalan dalam peningkatan kualitas SDM,ekonomi dan tata kelola yang efisien dengan terbukanya jaringan internet?
Akankah desa mampu berselancar menaklukkan ombak dari banjir informasi yang menghadang?
Ataukan desa akan kembali menjadi korban dari perubahan, berhalusinasi atas kemajuan tetapi selalu menjadi pihak yang dimanfaatkan dan diposisikan dibelakang?
Akankah kita membiarkan syaraf pembangunan kita rusak akibat konsumsi semua konten yang terlihat nikmat semata atau kita sedikit menahan diri dan memilih mengkonsumsi konten yang menyehatkan dan membangun pengetahuan diri dan generasi penerus kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H