Pemerintah tengah menggulirkan wacana yang memantik kontroversi publik. Apa itu? Sekolah bakal diliburkan sebulan penuh selama bulan suci Ramadan. Kebijakan ini sebenarnya mengingatkan kita pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang memberlakukan kebijakan tersebut. Namun, tetapi saja pro kontra muncul disana.
Ide libur sekolah sebulan penuh sepertinya memang terdengar mengakomodasi kebutuhan spiritual masyarakat muslim, akan tetapi di sisi lain hal itu juga memunculkan kekhawatiran tersendiri.
Lantas, apa sebenarnya dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, khususnya bagi para generasi muda? Yang tidak kalah pentingnya adalah apa yang akan dilakukan untuk memanfaatkan waktu libur tersebut secara optimal tanpa mengorbankan produktivitas belajar generasi muda?
Libur sekolah selama Ramadan memang memberi kesempatan besar untuk memperdalam ibadah. Namun, apabila tidak dikelola dengan baik, maka masa libur panjang ini bisa berubah menjadi ajang untuk bermalas-malasan, berkurangnya rutinitas belajar, hingga menurunnya daya juang siswa dalam menghadapi tantangan akademik.
Padahal, masa usia sekolah merupakan momen emas untuk membangun karakter dan keterampilan.
Jadi, alih-alih menjadikan libur panjang sebagai jeda total dari aktivitas intelektual, kita justru harus mengubahnya menjadi momentum pembelajaran informal yang lebih produktif.
Keseimbangan Spiritual dan Akademik
Salah satu kekhawatiran terbesar dari kebijakan ini adalah bagaimana caranya menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan perkembangan akademik siswa.
Bulan Ramadan memang mendorong umat Islam untuk lebih fokus pada ibadah, seperti berpuasa, shalat tarawih, dan membaca Al-Qur'an. Hanya saja ini bukan berarti bahwa kegiatan akademik harus benar-benar dikesampingkan? Lagipula, bukankah belajar adalah bagian dari aktivitas ibadah juga?
Justru, masa Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan nilai-nilai spiritual itu ke dalam aktivitas pembelajaran.
Misalnya, siswa dapat diajak untuk belajar melalui pendekatan proyek berbasis nilai-nilai Ramadan, seperti empati, kepedulian sosial, kejujuran, hingga pengendalian diri.