Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Startup Indonesia Wajib "Berkulit Badak" di Tahun Ekonomi Sulit

Diperbarui: 9 Desember 2024   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi-- startip. (Dok Freepik/rawpixel.com via Kompas.com)

Dalam dunia startup, adaptasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Tahun ini, ekosistem startup menghadapi ujian berat seiring melemahnya ekonomi global. Perlambatan investasi, menurunnya daya beli masyarakat, hingga PHK massal menjadi bukti nyata bagaimana turbulensi ekonomi menyeret perusahaan rintisan menuju ujung tanduk.

Sebuah laporan dari Venture Capital Journal menyebutkan bahwa investasi global ke sektor startup turun hingga 35% dibandingkan tahun lalu. Bahkan, beberapa unicorn ternama pun tidak luput dari badai ini. WeWork, misalnya, kini di ambang kebangkrutan setelah kehilangan pendapatan signifikan.

Di tengah krisis, pelajaran penting dapat kita petik dari filosofi "berkulit badak." Kulit badak, tebal dan tangguh, melambangkan resiliensi dan kemampuan adaptasi. Sebagai startup di negara berkembang seperti Indonesia, memiliki "kulit badak" berarti mampu bertahan dalam tekanan sambil terus menciptakan peluang baru. 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana startup dapat mengadopsi mentalitas ini di tengah tantangan yang begitu besar?

Mengapa Resiliensi Penting bagi Startup?

Resiliensi adalah kunci keberlanjutan dalam ekosistem startup. Venture Capital Journal mendefinisikannya sebagai kemampuan perusahaan untuk tetap relevan, meskipun dihadapkan pada krisis ekonomi atau gangguan pasar. 

Sebuah studi menunjukkan bahwa hanya 25% startup yang mampu bertahan lebih dari lima tahun, dan salah satu faktor utama keberhasilannya adalah strategi bertahan yang matang.

Namun, banyak contoh di mana absennya strategi ini menjadi penyebab kejatuhan. Lihat saja kasus Quibi, platform video pendek asal AS yang gagal memahami kebutuhan pasar, meskipun didukung dana besar.

Untuk Indonesia, kita mengenal Sorabel, startup e-commerce fashion yang akhirnya gulung tikar karena strategi operasionalnya tidak efisien.

Sebaliknya, Gojek dan Tokopedia berhasil menunjukkan pentingnya resiliensi dengan terus berinovasi meski di tengah pandemi. Kombinasi visi kepemimpinan, adaptasi teknologi, dan diversifikasi pendapatan menjadi kunci bertahan mereka.

Sorabel adalah salah satu contoh startup lokal yang gagal mengarungi tantangan ekonomi sulit | Sumber gambar: hybrid.co.id/sale-stock.id

Pelajaran dari Startup yang Sukses

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline