Tumbuh besar di Flores, Gunung Lewotobi sudah menjadi latar belakang kehidupan masyarakat sekitar selama berabad-abad. Namun, ada satu hal yang membuat gunung ini begitu unik, yaitu ia bukan hanya satu, melainkan "kembar" dengan dua puncak, Lewotobi Perempuan dan Lewotobi Laki-Laki.
Selain menjadi ikon budaya, Gunung Lewotobi juga menyimpan fenomena geologi yang memikat perhatian para ilmuwan. Mengapa? Karena gunung "kembar" ini punya kecenderungan meletus secara beruntun atau bahkan bersamaan, menghadirkan pemandangan yang spektakuler namun penuh risiko bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
Fenomena erupsi ganda atau beruntun seperti ini bukanlah hal umum pada gunung-gunung berapi lainnya. Kita bisa melihat perbandingan pada Kilauea dan Mauna Loa di Hawaii, di mana pola aktivitas keduanya kadang terhubung oleh tekanan magma bawah permukaan yang saling terpengaruh.
Kasus Lewotobi menambahkan warna baru dalam studi geologi gunung berapi, yakni terkait bagaimana dua gunung "kembar" yang begitu dekat bisa "berinteraksi" dan menciptakan pola erupsi yang beruntun. Sebuah fenomena yang seolah memiliki ritme tersendiri, tak ubahnya duet yang selalu tampil bersama di panggung, tetapi dengan ancaman yang tidak main-main.
Pola Erupsi Beruntun pada Gunung Kembar Lewotobi
Gunung Lewotobi Perempuan dan Lewotobi Laki-Laki adalah pasangan gunung berapi aktif yang berbagi satu "fundamen" namun masing-masing memiliki keunikan dalam pola aktivitas vulkaniknya. Ilmuwan menduga bahwa keberadaan mereka yang begitu berdekatan memungkinkan terjadinya pergerakan magma dan perubahan tekanan yang saling terhubung.
Seperti yang tercatat dalam fenomena erupsi ganda antara Kilauea dan Mauna Loa di Hawaii, dua gunung yang berdekatan dapat memengaruhi aktivitas vulkanik satu sama lain akibat gerakan tektonik yang memicu tekanan internal di bawah permukaan.
Secara sederhana, letusan yang terjadi pada salah satu puncak di Lewotobi bisa menambah tekanan pada "saudaranya." Dengan adanya gerakan magma ke arah satu puncak, terkadang tekanan pada puncak yang lain ikut meningkat, hingga pada akhirnya mengakibatkan erupsi yang saling beruntun. Dalam kata-kata geolog terkenal Harold Wellman,
"The earth is a force that cannot be tamed, only studied." atau dalam terjemahannya, "Bumi adalah kekuatan yang tidak bisa dijinakkan, hanya bisa dipelajari." Kata-kata ini mengingatkan kita betapa kompleks dan tak terduganya fenomena alam, apalagi ketika dua gunung berapi berkumpul dalam satu lokasi seperti di Lewotobi.
Studi terbaru yang dilakukan pada tahun lalu memperlihatkan bagaimana aktivitas di Lewotobi mampu diprediksi lebih baik ketika dua puncaknya dianalisis secara bersamaan.
Masyarakat setempat telah terbiasa hidup dalam bayang-bayang Lewotobi dan menganggap aktivitas gunung ini sebagai tanda alam yang harus diterima. Namun, bagi para ilmuwan, Lewotobi menyimpan misteri tersendiri: apakah dua puncak ini akan terus "berpasangan" atau ada masa di mana mereka akan berpisah dari segi pola erupsi?